SAMPIT – Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Abdul Kadir mengatakan, pihak kelurahan dan kepala desa (kades) dapat menjadi tempat pertama untuk penangkal sengketa lahan.
Pengadministrasian pertama lanjutnya, dilakukan dari tingkat kelurahan dan kepala desa. Sehingga sudah seharusnya pihaknya yang menjadi wadah pertama penyelesaian sengketa lahan.
“Setiap desa harus punya database untuk lahan yang sudah dilakukan pengadminitrasian, sehingga ketika ada yang mengajukan di objek yang sama bisa diketahui dan dicegah agar tidak menimbulkan konflik yang lebih mendalam,” ujarnya, Minggu 13 September 2020.
Menurutnya, sekarang ini untuk pengolahan data di desa sudah harus terkomputerisasi, kemajuan zaman sekarang harus digunakan untuk hal demikian, karena database ini bisa aman dan bertahan lama sampai puluhan tahun kedepannya. “Jadi jangan hanya mengandalkan administrasi yang diolah secara manual. Karena itu bisa hilang,” sebutnya.
Kadir mendukung agar di tingkat desa ada transformasi pengelolaan dan invesntarisasi tanah di wilayah desa tersebut, sehingga ketika ada pergantian kepemimpinan dan aparatur desa mereka sudah memiliki data dan jadi acuan dalam menyetujui usulan warga.
“Karena tidak tersistem rapi, surat dan objek tanah yang di terbitkan itu tidak ada dalam database desa secara komputer. Desa kebanyakan masih mengandalkan pencatatan manual di buku induk atau register. Sehingga ini kadang yang menimbulkan persoalan sengketa lahan,” tegasnya.
Disebutkannya, kadang sengketa lahan antar warga ini memiliki legalitas sama yaitu SKT (surat kepemilikan tanah) dan dikeluarkan desa yang sama pula. Persoalan tumpang tindih ini menyebabkan renteten konflil pertanahan di Kotim dan tidak ada habisnya.
“Namun dengan adanya penekanan dari unsur kejaksaan beberapa waktu lalu, saat ini pengadminitrasian pertanahan mulai dari tingkat desa hingga BPN sudah mulai dibenahi,” tutupnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post