SAMPIT – Anggota Komisi II DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) M Abadi menyebutkan kondisi banjir di pelosok semakin tahun semakin parah. Bahkan kondisi ini terus diperparah lantaran kerusakan hutan sebagai penyangga air hujan di daerah sudah semakin menipis.
“Ini karena kebijakan kita terlalu mengobral hutan sehingga dulunnya hutan sebagai andalan untuk serapan dan penyangga air hujan ini ada sekarang sudah tidak ada, hutan gundul dan air semuanya turun ke sungai dan banjir lah yang terjadi,” kata Abadi, Kamis 26 Agustus 2021.
Abadi menyebutkan banjir saat ini merupakan sebuah penderitaan bagi masyarakat. Sementara era tahun 1990 an banjir merupakan hal yang ditunggu masyarakat, karena saat itu mempermudah masyarakat untuk mengakut kayu hasil hutan.
“Memang kerusakan hutan itu habis sejak masuknya izin-izin dari pemerintah diterbitkan, mereka tidak berpikir bahwa kondisi sekarang buah dari kebijakan masa lalu, jadi banjir ini adalah warisan pemerintahan yang lalu,” tegasnya.
Abadi menyebutkan, banjir yang selalu menjadi langganan setiap tahun di hulu ini akan mengancam hingga ke daerah lain. Maka dari itu pemerintah dituntut untuk merestorasi hutan-hutan yang kritis dan rusak.
“Rehabilitasi hutan ataupun kawasan yang masih berstatus hutan kembalikan sebagaimana penetapannya sebagai kawasan hutan bukan untuk areal perkebunan,” tandasnya.
(dia/hab/matakalteng.com)
Discussion about this post