SAMPIT – Beberapa waktu lalu petani rotan mengadukan nasibnya ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Dimana petani rotan mengeluhkan adanya peraturan pemerintah yang membatasi penjualan rotan.
Padahal banyak masyarakat di Kotim ini yang mata pencahariannya di sektor rotan. Untuk itu Ketua Komisi II DPRD Kotim Darmawati mendorong, agar pemerintah untuk memperhatikan kelangsungan hidup para petani dan pelaku usaha rotan.
Petani dan pelaku usaha rotan semakin terjepit karena terdampak larangan ekspor rotan dalam bentuk barang mentah atau bahan baku rotan. “Dampak larangan ekspor rotan dalam bentuk bahan mentah sangat merugikan rakyat, baik petani maupun pelaku usaha,” ujarnya, Senin 8 Februari 2021.
Menurutnya, adanya kebijakan tentang larangan ekspor sejak tahun 2011 silam tentu memberikan dampak langsung kepada pendapatan masyarakat petani rotan dan juga harga rotan di pasaran.
“Usaha budidaya rotan Kalimantan sempat mencorong pada 2006-2010. Tetapi, begitu ada larangan ekspor rotan mentah atau asalan, petani mulai kesulitan menjual hasil budidaya rotan. Industri mebel dalam negeri tak mampu menyerap pasokan rotan,” bebernya.
Sehingga ujarnya, nasib petani rotan ini harus diperhatikan oleh pemerintah setempat. Karena dengan adanya larangan tersebut akan membuat para petani rotan menjerit, kalaupun peraturan itu tetap harus dilaksanakan harus ada evaluasi dan solusi untuk para petani rotan ini.
“Rotan itu hasil bumi dan budidaya masyarakat bukan hasil hutan ikutan, kalau seperti ini masyarakat sangat dirugikan, karena rotan ditanam oleh para petani secara turun temurun dengan cara bercocok tanam,” ujarnya.
Dikatakannya, harus ada kejelesan terkait status rotan para petani dan pengusaha rotan di Kotim ini. Karena mereka ditangkap oleh pihak aparat kepolisian tidak memiliki izin dari hasil hutan tersebut.
Bahkan salah seorang petani rotan yakni Juhran mengatakan, belum lama ini sejumlah gudang rotan sudah ada yang dipolisceline dengan alasan bahwa perbuatan masyarakat yang menjual beli rotan itu perbuatan melawan hukum.
“Padahal daerah lain seperti Pontianak bebas saja menjual belikan rotan ini, karena ada pengakuan dari kepala daerahnya itu adalah hasil budidaya. Nah kami berharap di Kotim juga seperti itu,” ujarnya
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post