SAMPIT – Meninggalnya seorang anak berusia 12 tahun di komplek perkebunan kelapa sawit PT Maju Aneka Sawit yang beralamatkan di Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) beberapa waktu lalu dianggap akibat kelalaian pihak perusahaan.
Korban merupakan anak salah seorang karyawan di perusahaan tersebut meninggal dunia akibat tenggelam di kolam bekas penyiraman pembibitan milik perusahaan pada, 31 Desember 2019 lalu. Orangtua dan keluarga korban merasa keberatan terhadap perusahan yang hingga saat ini tidak ada pertanggung jawaban. Bahkan mereka mengadukan hal ini kepada anggota DPRD Kotim.
“Saya selaku paman korban merasa keberatan, pihak perusahaan ini tidak bertanggung jawab sama sekali. Bahkan membawa jenazah korbanpun dari perusahaan menuju Desa Tangar, yang seharusnya menggunakan ambulan tidak dipinjamankan, sehingga kami harus menggunakan mobil pikap,” kata Lamri, Sabtu, 1 Agustus 2020.
Lamri bersama pihak keluarganya di dampingi Sekertaris Desa Tangar, Suwandi bertolak ke Sampit untuk menemui anggota DPRD Kotim M.Abadi dengan harapan agar kasus ini bisa ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang ada di Negara ini.
“Kami menemui pak Abadi selaku wakil kami dari dapil V ini, untuk menindaklanjuti kasus ini, terutama atas perbuatan perusahaan yang tidak bertanggungjawab atas kejadian itu. Kami merasa harga diri kami sudah dinjak-injak oleh perusahaan ini,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, M Abadi yang merupakan Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim itu merasa kecewa dengan sikap pihak Perusahaan.
Menurutnya kasus ini akan di bawa keranah hukum lantaran adanya dugaan-dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, terutama di kolam bekas penyiraman pembibitan yang tak lain merupakan Tempat Kejadian Perkara (TKP) anak meninggal dunia yang dinilai tidak ada rambu-rambu K3 atau safety..
“Maka dengan adanya kejadian ini, dan data-data yang saya pegang saat ini. Perusahan diduga melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 359 KUHP, yang nantinya akan kita bawa ke ranah hukum, dimana dalam Pasal 359 itu di sebutkan, barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun penjara,” ujar M.Abadi.
Disebutkannya juga, bahwa rambu-rambu K3 ini adalah tanda informasi yang bersifat himbauan, peringatan, maupun larangan yang ditujukan untuk mengendalikan, mengatur, dan melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja, sehingga fungsinya menetralisir terjadinya kejadian-kejadian seperti yang sudah terjadi menimpa AO tersebut hingga meninggal dunia.
“Perlu kami sampaikan bahwa, rambu K3 ini menjadi bagian penting dari penerapan SMK3 di perusahaan. Sesuai PP No. 50 Tahun 2012, perusahaan wajib memasang rambu-rambu K3 sesuai dengan standar dan pedoman teknis dan ketentuan UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasal 14 huruf (b) juga disebutkan bahwa pengurus diwajibkan memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja,” sebutnya.
Abadi meminta agar kasus ini menjadi perhatian aparat penegak hukum untuk memproses dugaan kelalaian tersebut nantinya.
“Aparat penegak hukum kepolisian republik indonesia dapat menindak tegas perusahaan karena tidak ada bentuk tanggung jawab terhadap korban, dan ini jelas ada pidananya,” tutupnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post