Oleh: Dewi Utami, S.Pd.I**
Negeri tidak pernah alfa dari catatan bencana alam. Mulai dari bencana karhutla, banjir, cuaca ekstrem, longsor, gempa bumi, hingga erupsi. Di Kalimantan Tengah sendiri menurut data Karhutla sampai dengan 30 Agustus 2023, Hotspot (HS) tercatat sebanyak 8.506, Kejadian Karhutla dilaporkan 1.811 kejadian, luas yang ditangani sekitar 5.569,32 hektar, sedangkan luas berdasarkan analisis citra oleh Kementerian LHK hingga Juli 2023 seluas 2.948,04 hektar.
Sedangkan untuk bencana banjir selama beberapa hari terakhir setidaknya ada 4.574 orang terdampak banjir yang melanda 32 desa ditiga kabupaten di Kalteng. Belum lagi di wilayah lainnya di negeri ini. Sepanjang 2023 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 4.940 bencana alam. Dilansir dari beritasatu.com, 1/1/2024, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi 4.940 bencana sepanjang 2023.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2022. Suharyanto menjelaskan kejadian bencana alam didominasi oleh kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), banjir serta cuaca ekstrem.Ia merinci ada 1.802 karhutla, 1.170 bencana banjir, 1.155 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi.
Dari ribuan bencana itu, terdapat 267 orang meninggal dunia, 33 orang hilang, 5.785 orang mengalami luka-luka, serta ada 9.002.975 orang menderita dan mengungsi.Sementara ada 34.832 rumah yang mengalami kerusakan akibat bencana alam pada periode 2023. Kemudian 426 fasilitas pendidikan rusak, 380 fasilitas peribadatan rusak, dan 71 fasilitas kesehatan rusak. Kerusakan juga turut terjadi pada 127 kantor dan 249 jembatan.
Bagaimana Potret Pembangunan Saat Ini?
Pembangunan merupakan upaya untuk menciptakan aspek kehidupan masyarakat yang sejahtera, makmur, adil, merata. Namun jika ditelisik pembangunan saat ini justru banyak menimbulkan efek buruk bagi lingkungan hidup masyarakat. Tidak lain adanya bencana alam yang silih berganti sepanjang tahun merupakan imbas pembangunan yang tidak disertai dengan mitigasi untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya bencana yaitu meliput : kesiapan fisik, kewaspadaan, dan kemampuan mobilisasi.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengungkapkan bahwasanya pembangunan kawasan permukiman dengan mengeruk lahan dapat menyebabkan bencana banjir. Seperti banyak kawasan kota lama di Jakarta atau pantai utara Jawa yang dikerjakan dengan pengerukan untuk meninggikan jalan. Di daerah tersebut banyak ditemui rumah-rumah yang posisinya lebih rendah dari jalan, bahkan lebih rendah dari pada got atau selokan.
Sehingga hal tersebut menyebabkan rumah-rumah warga terendam banjir. Mirisnya jika yang menjadi korban bencana adalah masyarakat miskin yang tidak memiliki kemampuan mitigasi dan melindungi diri dari bencana (antaranews.com) Kapitalisme Sumber Bencana Jika diamati bencana yang terjadi bukanlah tanpa sebab musabab. Selain faktor pergantian cuaca, kapitalismelah yang menjadi sumber terjadinya bencana alam di negeri.
Secara fakta kapitalisme berambisi mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan berbagi upaya pembangunan tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat. Wajar saja karena pada dasarnya kapitalisme menggunakan asas manfaat dalam setiap sepak terjangnya. Adanya eksploitasi lingkungan dan sumber daya alam, perluasan penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan, ladang pertanian menjadi pemukiman yang tidak disertai dengan kaidah konservasi tanan dan air.
Yang mana proyek ini tidak terlepas dari kepentingan para kapitalis dengan perlindungan di bawah payung pemerintah yaitu dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakat Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional (Perpres 78/2023) oleh Joko widodo.
Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga (YLBHI) Era Purnamasari mengatakan bahwa dampak kepentingan ini adalah pembangunan ekonomi yang serampangan hingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana alam. (kompas.com) Konsep Islam Dalam Pembangunan Pembangunan dalam Islam sangat berkaitan dengan sistem ekonomi.
Hal ini seluruh pembiayaan pembangunan dibiayai dari sumber-sumber kekayaan alam yang dimiliki negara dalam Baitul Mal. Selain itu dalam melakukan pembangunan dilakukan secara komprehensif dan mendalam. Yaitu penguasa mengkaji keadaan lingkungan masyarakat. Karena pada prinsipnya Islam mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat yang menjaga lingkungan supaya menciptakan keharmonisan.
Pembangunan dilakukan untuk kepentingan masyarakat guna memudahkan kehidupannya. Seorang penguasa melaksanakan kebijakan pembangunan bedasarkan aturan Allah dan Rasul SAW. Hal ini pernah terjadi di masa Khulafa Rasyidin, Umayah, Abbasyiah dan Ustmaniyah. Bukti yang masih ada sampai saat ini adalah pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Hijaz, Syam dan Istambul dimasa Pemerintahan Ustmaniyah.
Proyek ini dibangun oleh Abdul Hamid II pada tahun 1900M dengan tujuan memudahkan para jamaah haji saat menuju Mekah. Demikianlah Islam mengatur kehidupan, jika diambil serta diterapkan dalam kehidupan akan tercipta suasana yang damai, sejahtera serta terhindar dari segala bentuk keserakahan dan kerusakan. Karena sejatinya kerusakan dan bencana yang ada adalah ulah dari tangan-tangan manusia. Allah berfirman :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-rum: 41-42)
(Penulis adalah Pemerhati Remaja Kotawaringin Timur)
Discussion about this post