SAMPIT – Setelah sebelumnya kasus pidana perambahan hutan dimenangkan oleh M Abdul Fatah di Pengadilan Negeri Sampit, dimana Abdul Fatah dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai oleh Ike Liduri. Hal itu dibacakan saat putusan Senin 22 Februari 2021.
Kini berlanjut pada sidang gugatan yang diajukan M.Abdul Fatah (penggugat) kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya (tergugat) pada Senin, 24 Mei 2021.
Oktavianus Kurniawan Ahli Perdata dan Agraria dihadirkan oleh pihak tergugat, pada sidang lanjutan yang dipimpin oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai oleh Darminto Hutasoit.
Namun ahli yang dihadirkan itu tidak bisa menjelaskan secara detail terhadap apa yang ditanyakan oleh hakim, bahkan hakim sempat protes dengan jawaban ahli yang menyatakan hanya menjelaskan secara umum saja. Hakim menilai saksi yang dihadirkan kurang pas dengan kasus yang disidangkan.
“Saudara ahli, harusnya tahu apa dasar hukum saat kita tanya agar kasus ini jelas,” ujar hakim, Senin 24 Mei 2021. Terutama saat ditanya pasal berapa dalam UU Kehutanan terkait jenis-jenis hutan, ahli tidak bisa menerangkan. “Saya lupa yang mulia pasal berapa, tapi ada dalam UU Kehutanan itu,” ucap saksi ahli.
Tidak hanya itu anggota majelis hakim juga sempat bertanya soal kawasan hutan yang kini tengah dipermasalahkan di objek Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan itu ahli awalnya mengatakan itu masuk dalam kawasan hutan nasional. Namun saat ketua majelis kembali meminta penegasannya, ahli mengubah keterangannya dan mengaku tidak tahu jenis kawasan apa dalam objek tersebut.
Hakim anggota juga bertanya, untuk mengetahui suatu objek masuk kawasan hutan seperti apa saja tahapan yang dilakukan, ahli menyebutkan itu bisa dilakukan tahapan dari desa atau kelurahan, kecamatan, hingga kepada BPN. Namun saat ketua majelis lagi bertanya secara tegas dikatakannya bisa langsung diketahui dengan melakukan pengecekan di BPN.
“Yakin saudara di BPN tahu itu kawasan hutan, itu ada sertifikat terbit di atas kawasan hutan bagaimana itu,” tanya hakim, ahli tidak bisa memberikan penegasan. Ahli juga oleh kuasa hukum penggugat Rendra Ardiansyah soal gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana gugatan yang mereka ajukan.
“Apabila objeknya jelas terdata secara hukum namun ada penangkapan di atas objek maka bisa disebut melawan hukum berdasarkan peraturan berlaku, tetapi kalau objek (kawasan) masih bermasalah maka objek itu belum jelas secara hukum,” ujar ahli.
Menurut ahli, terkait surat kepemilikan tanah (SKT) termasuk sah dan diakui oleh negara. Sementara itu diketahui Abdul Fatah memang sudah memiliki SKT atas objek itu.
“Kawasan hutan kita di Kalteng belum ada RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) sehingga masih menggunakan peraturan yang dulu, namun dalam peraturan kehutanan nasional masyarakat memang bisa menguasai hutan dengan disertai berkas yang sah, dan SKT itu termasuk yang diakui,” ungkapnya.
Sementara itu, Renda Ardiansyah selaku kuasa hukum Abdul Fatah usai sidang mengatakan, agenda perkara ini adalah saksi ahli dari tergugat. Dirinya melihat dari apa yang disampaikannya oleh saksi ahli bahwa terkait keilmuannya tidak tepat untuk perkara ini.
“Karena ahli tidak menjelaskan secara spesifik terkait permasalahan dalam gugatan ini. Ahli mengatakan banyak tidak tahu terkait permasalahan agraria bahkan terkait permasalahan hukum juga tidak dijelaskan secara detail. Hanya secara umum saja,” tutupnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post