SAMPIT – Penangkapan Abdul Fatah warga Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan oleh penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya, masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Sampit.
Namun demikian, Abdul Fatah mengaku dirinya tidak bersalah. Abdul Fatah menyebutkan lahan itu dirinya beli dari warga dan sudah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari pemerintah desa setempat.
“Kemudian di tanah itu sudah ada lahan sawitnya, jadi saya tidak membeli hutan, saya membeli lahan masyarakat yang sudah ada sawitnya,” tegasnya, Rabu 6 Januari 2021. Dirinya juga menyebutkan, dimana sawit yang sudah ada sebelumnya itu dirinya bongkar dan diganti dengan sawit baru.
“Yang pasti adalah secara fisik saya membeli lahan bukan dalam bentuk hutan tetapi lahan masyarakat yang sudah ada tanaman sawitnya, tidak dirawat jadi saya bongkar sawit yang lamanya saya ganti dengan sawit yang baru,” beber Abdul Fatah.
Bahkan katanya, dari Pemerintah Desa Ayawan memang sudah mengajukan program TORA namun dirinya lupa tahun berapa. Begitu juga kawasan tanah yang dirinya beli dari kepala desa sudah diajukan program TORA oleh pemerintah.
“Saya merasa tidak merusak hutan, tidak melanggar peraturan dan tanah yang saya beli juga ada surat legalitasnya yakni SKT dari desa juga sudah membayar pajak. Jadi saya minta untuk dibebaskan,” ungkapnya.
Dirinya merasa tidak bersalah, dan tidak membuka kawasan hutan. Karena menurutnya itu kebun masyarakat dan area perkebunan yang sudah ada sawitnya.
“Dan disamping-samping tanah yang saya beli itu juga sudah ada kebun sawit milik masyarakat serta kebun karet dan rotan. Jadi saya minta segera dibebaskan,” ungkapnya.
Sementara itu, pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum atas kasus pengrusakan hutan dengan terdakwa Abdul Fatah dilakukan. Jaksa penuntut umum Sindu Hotomo SH mengatakan terdakwa di dakwa melakukan tindak pidana pembukaan kawasan perkebunan di hutan tanpa izin menteri.
“Dimana terdakwa disangkakan pasal 92 ayat 1 huruf a atau 92 ayat 1 huruf b UU Nomor 18 tahun 2013 tentang pengrusakan hutan,” ungkapnya, Rabu 6 Januari 2021. Lanjutnya, proses persidangan ini akan dilaksanakan secara meraton yang akan diagendakan pada hari Rabu, Senin dan Jumat. Mengingat sesuai ketentuan UU terkait, bahwa agar selesai dalam waktu sesingkatnya.
“Dari penuntut umum tidak ada kendala dan kita siap mengahadapi esepsi di sidang berikutnya. Bahwasanya kualifikasi pengrusakan hutan ini tidak hanya merusak kondisi hutan. Namun juga kegiatan dengan kualifikasi pengrusakan hutan, kepada terdakwa adalah melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan,” jelasnya.
Sehingga tegasnya, realnya perbuatan terdakwa ini adalah melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post