SAMPIT – Sidang perselisihan hasil rekapitulasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Rabu 3 Februari kembali dilanjutkan di Mahkamah Konstitusi (MK) RI.
Dimana agendanya adalah penyampaian jawaban termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotim, penyampaian pihak terkait dalam hal ini kuasa hukum pasangan calon (Paslon) 01 yakni Halikinnor dan Irawati penyampaian keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kotim dan pengesahan alat bukti para pihak.
Pemohon yang hadir, yakni kuasa hukum pemohon Fahri Bachmid dan Agustiar. Dari termohon, Rahmat Mulyana kuasa hukum KPU Kotim dari kantor Ali Nurdin Fatner, Muhammad Rifky dan secara daring Siti Fathonah Purnaningsih, Rizky Nurdandi dan Advokat Heny Sita, Hefy Peropina dan Galih.
Sedangkan dari pihak terkait, kuasa hukum Heri Widodo dan Habdul Mawadi secara daring calon bupati Halikinnor. Dari Bawaslu Kotim, komisioner Salim Basaid didampingi oleh M Tohari. Secara daring hadir Efendi, M Nasir dan Eka.
“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, legalstanding untuk mengajukan permohonan, pemohon tidak memenuhi syarat ambang batas pengajuan pemohonan perselisihan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Kotim tahun 2020,” ujar kuasa hukum KPU Kotim Rahmat Mulyana, Rabu 3 Februari 2021.
Karena ujarnya, selisih perolehan suara antara pemohom dan pihak terkait adalah 9.375 suara atau 5,58 persen sehingga melebihi ambang batas yang dutentukan yakni 2.522 suara atau 1,5 persen.
“Bahwa ketentuan pasal 158 ayat 2 uu pemilihan pada pokoknya peserta pemilihan bupati dan wakil bupati dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil perolehan suara dengan ketentuan,” bebernya.
Dikatakannya juga, berdasarkan data agregat per kecamatan di Kotim, jumlah penduduk di Kotim adalah 415.702 jiwa. Merujuk pada pasal 158 ayat 2 maka pengajuan pemohon dapat dilakukan jika selisih suara memiliki perbedaan paling banyak 1,5 persen dari total suara sah.
“Berdasarkan hasil keputusan KPU Kotim perolehan suara sah dalam pemilihan bupati dan wakil bupati kotim adalah 168.155 suara. Sehingga batas maksimal perselisihan suara terbanyak 1,5 persen kali jumlah suara tersebut ialah 2.522 suara,” ungkapnya. Perolehan suara pemohon adalah 47.161 suara sedang pihak terkait 56.536 suara maka selisih 9.375 suara. Dengan demikian selisi itu telah melebihi ambang batas.
“Dengan demikian karena tidak memenuhi syarat ambang batas sebagaimana yang diatur, maka pemohon tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan pembatalan perselisihan suara. Maka harus dinyatakan tidak dapat diterima,” tegasnya.
Pemohon ujarnya, hanya menampilkan hasil perolehan suara akhir pada tingkat kabupaten, dalil pemohon yang menyebutkan selisih suara paslon nomor 2, 4 dan nomor 3 kepada nomor 1 tidak jelas. Karena persoalan tersebut merujuk pada tabel yang dibuat oleh pemohon tanpa jelas sumber datanya dan bagaimana penghitungannya.
“Pemohon juga tidak mampu menguraikan korelasi dan hubungan hukum antara dalil pemohon dan perolehan suara,” ujar Rahmat. Bahkan ujarnya, petitum pemohon harus dikategorikan tidak jelas karena petitum mulai angka 1 sampai 6 bersifat komulatif bukan alternatif, tidak berkesesuaian atau bertentangan.
Disatu sisi pemohon menetapkan jumlah perolehan suara pemohon 52.161 suara. Akan tetapi pemohon menuntut pemungutan suara ulang. Yang jumlah suaranya belum dipastikan untuk masing-masing paslon.
“Menolak permohonan pemohon seluruhnya, menyatakan benar keputusan yang dikeluarkan KPU Kotim, menetapkan perolehan suara hasil akhir pemilihan bupat dan wakil bupati Kotim,” sebutnya.
Sementara itu pihak terkait menyebutkan, dalam esepsi dengan selisih suara 5,58 persen permohonan jauh dari ambang batas dan pelanggaran tidak signifikan mempengaruhi suara paslon.
Dan Bawaslu Kotim juga menerangkan, berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kotim pada proses rekapitulasi suara tingkat kabupaten panitia pemilihan kecamatan melakukan perbaikan pada hasil karena ada kekeliruan penjumlahan data pemilih dan penggunaan surat suara.
“Bawaslu Kotim mengingat secara langsung kepada kpu untuk mencatat dalam formulir khusus apabila ada kejadian atau keberatan hasil rekapitulasi,” sebut Salim.
(dia/matakalteng.co.id)
Discussion about this post