SAMPIT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) mengingatkan, agar jangan sampai kasus sengketa lahan di Kotim memakan korban kembali seperti kasus yang terjadi di Kecamatan Cempaga Hulu belum lama ini.
“Karena itu sudah sering kita ingatkan agar kasus sengketa lahan ini harus ada campur tangan pemerintah daerah dalam penyelesaiannya, karena kasus tumpang tindih kepemilikan ini bagaikan bom waktu yang bisa meledak kapan saja jika dibiarkan,” kata Anggota Komisi I DPRD Kotim, M Abadi, Rabu 13 September 2023.
Lanjutnya, penyelesaian sengketa lahan atau tanah tidak hanya dapat diselesaikan melalui jalur litigasi saja, melainkan juga melalui jalur non litigasi, seperti arbitrase, mediasi, juga konsiliasi.
“Dalam Pasal 11 ayat (3) Permen No. 11/2016, anda dapat melihat kriteria sengketa tanah yang dapat diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN. Krieria tersebut dapat dicocokkan dengan permasalahan sengketa tanah yang dialami salah satunya bisa karena tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan, kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran tanah, kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat pengganti, kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan dan kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin,” jelasnya.
Secara garis besar kata Abadi, sengketa tanah yang dapat diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN adalah terkait dengan kesalahan dalam prosedur administratif. Jika sengketa tanah masuk dalam kriteria di atas, maka pengaduan anda akan diproses dan diselesaikan oleh Kantor Pertanahan Wilayah setempat.
“Setelah melalui proses pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah setempat dalam menyelesaikan sengketa tanah, akan menerbitkan Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah, yaitu pembatalan terhadap hak atas tanah, tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut atau Keputusan Pembatalan Sertipikat, yaitu pembatalan terhadap tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut, dan bukan pembatalan hak atas tanahnya,” ujarnya.
Maka dari itu kata Abadi, penting pemerintah membantu melakukan penyelesaian sengketa lahan atau tanah. Terutama dari kebanyakan kasus, asal muasal konflik terjadi akibat pemerintah dimulai dari desa menerbitkan sertifikat di atas sertifikat yang sudah ada pemiliknya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post