SAMPIT – Permasalahan tanah yang terjadi selama ini salah satunya diakibatkan karena belum efektifnya koordinasi dan kerjasama dalam rangka penanganan penyelesaian dan pencegahan kasus pertanahan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotim Jhonsen Ginting saat membuka kegiatan fullday sosialisasi pencegahan kasus pertanahan mengatakan belum adanya mekanisme upaya pencegahan kasus pertanahan dalam rangka menekan angka penambahan kasus pertanahan dan terbatasnya kewenangan institusi yang bersinggungan dengan kewenangan instansi lain juga menjadi penyebab permasalahan tanah di wilayah setempat. “Dampak kasus pertanahan yang terjadi mengakibatkan tanah menjadi tidak produktif, pusat kegiatan ekonomi juga tidak bisa dibangun dan tidak terciptanya lapangan pekerjaan karena tanahnya barang milik negara,” katanya, Selasa 26 Oktober 2021.
Selain itu, juga memiliki dampak timbulnya persoalan sosial akibat masyarakat dan berdiri bangunan liar serta terjadinya tindak pidana akibat benturan dengan masyarakat dan tidak jarang terjadi kekerasan di lapangan dan dampak adanya korban jiwa. Berdasarkan rekapan tipologi kasus pada aplikasi SKP atau aplikasi sengketa milik BPN, konflik dan perkara di Kotim sejak tahun 2015 sampai 2020 terdapat 25 kasus tipologi kasus batas atau letak bidang tanah, 13 kasus tipologi prosedur penetapan hak dan pendaftaran tanah, 53 kasus tipologi penguasaan dan pemilikan serta sebanyak 3 kasus tipologi tanah obyek Landreform. “Jadi berdasarkan aplikasi Justisia dari tahun 2015 sampai tahun 2020 itu total ada sebanyak 94 kasus pertanahan,” sebut Jhonsen Ginting.
Pihaknya pun terus berupaya untuk menekan kasus pertanahan itu bekerjasama dengan pemerintah daerah baik itu tingkat Kecamatan maupun Kelurahan dengan berbagai strategis. Strategi pencegahan itu seperti peningkatan kualitas SDM, sistem informasi, konsolidasi regulasi dan sosialisasi, koordinasi dan kerjasama. “Makanya kami gelar fullday sosialisasi pencegahan kasus pertanahan ini yang diikuti oleh sejumlah Camat dan Lurah, kemudian melalui perangkat desa maupun Lurah ini dapat kembali mensosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga kedepan diharapkan dapat mengurangi permasalahan tanah di Kotim,” jelasnya.
Sementara Camat Baamang Adi Chandra menyebutkan, dalam satu bulan terakhir di wilayahnya ada dua laporan sengketa pertanahan. “Permasalahan yang sering terjadi adalah tumpang tindih dan mendominasi di Kelurahan Baamang Barat. Tapi kami juga perlu pencermatan terkait kepemilikan, sementara ini kami juga investigasi semua,” ungkapnya.
Terkait penangan kasus permasalahan tanah itu, dijelaskan olehnya bahwa penanganannya sekarang ada sedikit dilakukan perubahan. Untuk penanganan sengketa dimulai dari tingkat Kelurahan. Ketika surat itu masuk di Kecamatan dan belum ditangani oleh pihak Kelurahan akan diposisikan ke bawah oleh pihaknya dengan tujuan Kelurahan dapat menindak lanjuti tahap awal artinya Kelurahan harus tahu benar lokasi tanah yang mengalami sengketa. “Jika tingkat Kelurahan mengalami kendala atau kebuntuan akan kami tarik ke Kecamatan berdasarkan berita acara hasil investigasi sementara dari kelurahan. Dengan begitu Kelurahan tahu benar titik permasalahannya,” tutupnya.
(dev/matakalteng.com)
Discussion about this post