PALANGKA RAYA – Ratusan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Palangka Raya melakukan aksi damai dengan tema Gerakan Selamatkan Bangsa Indonesia Darurat Demokrasi, di Tugu Soekarno, Kota Palangka Raya, Jumat, 9 Februari 2024 sore.
Aksi damai tersebut dilakukan, sebagai bentuk deklarasi penolakan terhadap dugaan adanya politik dinasti pada Pemilu serentak 2024.
“Demokrasi di Indonesia saat ini seakan sudah hilang kendali, dipicu karena adanya putusan cacat etik MK yang memberi celah politik dinasti, keterlibatan aparatur negara yang menggadai netralitas, pengangkatan pejabat daerah yang tidak transparan, hingga keberpihakan cawe-cawe presiden dalam pemilihan presiden yang membahayakan demokrasi,” katanya.
Dia menilai, ketidaknetralan penyelenggara negara berpotensi memicu ketidakpercayaan publik dan mendorong ketidakpatuhan sosial.
Hal tersebut tercermin dari para elit penguasa yang mempertontonkan sikap politik yang abai terhadap kepentingan rakyat.
“Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan lantang menyampaikan bahwa Presiden boleh berkampanye, lalu dijelaskan lebih lanjut pada tanggal 26 Januari 2024 yang mengacu kepada Pasal 281 dan Pasal 299 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Jelas pernyataan tersebut memperlihatkan ketidakpahaman presiden secara menyeluruh mengenai subtansi UU tersebut,” ucapnya.
Kondisi tersebut, telah membawa Indonesia pada kemunduran demokrasi yang diindikasikan oleh banyak aspek.
Darurat demokrasi yang ditakutkan seperti inkonsistensi penegakan hukum, pemberantasan korupsi yang tebang pilih, dan kebebasan berekspresi yang fana terpampang didepan mata.
“Melihat kondisi ini, sebagai bagian dari masyarakat dan agent of social control, HMI Cabang Palangkaraya menyatakan penolakan atas hal tersebut,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua HMI Cabang Kota Palangka Raya, Rizky Oktaviandy, bersama para anggotanya, menyatakan 4 poin terkait hal cawe-cawe dan keberpihakan Presiden terhadap salah satu pasangan calon (Paslon).
Pertama, selamatkan demokrasi, hentikan tindakan serta segala keputusan yang mencederai demokrasi.
Kedua, mendesak Presiden untuk tidak menggunakan kekuasaan dan fasilitas negara yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan pemilu.
Ketiga, mengingatkan seluruh aparatur Negara seperti Pejabat Eksekutif, kepala daerah, TNI, dan Polri agar bersikap netral dan tidak memihak dalam momentum elektoral 2024 ini, dan menjamin hak berdemokrasi yang sama bagi seluruh masyarakat tanpa adanya intimidasi.
Keempat, menyerukan kepada seluruh akademisi dan kelompok intelektual lainnya untuk terlibat secara luas dan masif dalam menjaga demokrasi kita dari ancaman tiran kekuasaan.
Dirinya pun berharap bahwa pernyataan sikap tersebut dapat didengar oleh Presiden Indonesia, sehingga tidak melakukan hal yang diduga dapat merusak demokrasi.
“Jika kami masih melihat Presiden melakukan hal tersebut, maka kami akan kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih banyak,” pungkasnya.
(rzl/matakalteng)
Discussion about this post