SAMPIT – Terkait dengan keluhan sejumlah sopir angkutan material pasir dan tanah urug yang ada di Kota Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat mengatakan masih menunggu surat resmi dari para sopir untuk menindaklanjutinya.
Yang mana diketahui, kemarin Senin 22 November 2021 sejumlah sopir mendatangi kantor DPRD Kotim untuk mengadukan nasib mereka yang sudah dua pekan tidak bisa bekerja lantaran kesulitan mendapatkan material pasir dan tanah urug. “Sampai hari ini kita masih belum mendengar kabar lanjutannya, sepertinya para sopir masih membuat surat untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP). Karena kemarin kami minta agar ada surat resmi, sehingga kami ada dasar untuk memanggil pemerintah daerah,” kata Wakil Ketua DPRD Kotim, Rudianur, Selasa 23 November 2021.
Menurutnya, kejadian semacam ini hampir setiap tahun terjadi lantaran masih banyaknya pengusaha galian ilegal, sehingga juga berdampak pada para sopir. “Para sopir ini tidak mengetahui perusahaan galian itu memiliki izin atau tidak, karena mereka hanya tahu membeli dan mengangkut pasir serta tanah urug itu saja,” tegasnya.
Dikatakan Legislator Partai Golkar ini, para sopir angkutan pasir dan tanah urug ini merupakan ujung tombak dari pembangunan di Kotim. Yang mana jika mereka tidak bekerja maka pembangunan juga akan mandet serta pekerja lainnya juga berdampak seperti penyedia bahan bangunan dan juga para tukang bangunan. “Karena kalau tidak ada pasir dan tanah urug mau membangun apa saja tidak bisa, sehingga akan berdampak juga pada para tukang. Karena tidak bisa membangun tukang juga akan menganggur, jadi tidak hanya mereka sopir ini saja yang menganggur,” kata Rudianur.
Dari pantauan Mata Kalteng, hingga saat ini belum ada aksi unjuk rasa dari sejumlah sopir tersebut, yang mana kemarin pihaknya mengatakan akan melakukan aksi parkir kiri dengan sejumlah 400 truk di bundaran Balanga. Namun demikian, nampaknya para sopir masih menunggu beberapa hari setelah surat masuk apakah ada tanggapan dari pemerintah atau tidak. Yang mana mereka kesulitan mendapatkan material lantaran semua usaha galian tutup total karena terkendala izin.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post