PALANGKA RAYA – Hingga kini, aksi perjudian online atau kerap disebut judi slot masih marak terjadi di Kalimantan Tengah (Kalteng). Bahkan, tak sedikit pelaku kejahatan melakukan aksinya hanya untuk mencari modal untuk bermain judi slot.
“Hukum yang disangkakan kepada pelaku perjudian online diatur dalam Pasal 27 Ayat 2 UU ITE, yakni pelanggaran hukum judi online dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” kata salah seorang Ahli Hukum, Guruh Eka Putra, Jumat, 9 Februari 2024.
Dijelaskannya, pelaku judi online tidak hanya melanggar UU ITE, tetapi juga UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Dalam UU tersebut, setiap orang yang berjudi atau mempertaruhkan sesuatu pada permainan yang mengandung unsur judi, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 10 juta.
“Jadi, pelaku judi online bisa dijerat dengan dua pasal sekaligus, yaitu Pasal 27 Ayat 2 UU ITE dan Pasal 303 Ayat 1 UU Penertiban Perjudian. Jika kedua pasal itu digabung, maka ancaman hukumannya bisa mencapai 10 tahun penjara,” ucapnya.
Pelaku judi online juga bisa dijerat dengan pasal lain, tergantung dari jenis permainan yang dimainkan. Misalnya, jika pelaku judi online bermain togel, maka bisa dijerat dengan Pasal 303 bis Ayat 1 UU Penertiban Perjudian, yang mengancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 25 juta.
“Selain itu, jika pelaku judi online menggunakan uang hasil kejahatan, seperti korupsi, pencurian, atau penipuan, maka bisa dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar,” tuturnya.
Lebih lanjut Guruh Eka Putra menilai, penegakan hukum terhadap pelaku judi online memang sulit dilakukan. Pasalnya, banyak situs atau aplikasi judi online yang beroperasi di luar negeri dan menggunakan server yang tersembunyi.
Selain itu, ada beberapa situs judi online yang sekiranya sudah dilakukan pembekuan. Tapi, hal tersebut tidak cukup berpengaruh bagi pelaku judi online untuk kembali melakukan aksinya dengan membuat situs yang baru.
“Perlu kerja sama dan kolaborasi antara Aparat Penegak Hukum (APH), Kominfo, dan penyedia jasa internet guna melakukan identifikasi dan menindaklanjuti pelaku judi online. Sehingga, dampak dari perjudian online dapat diminimalisir,” ungkapnya.
Untuk itu pria yang juga merupakan Dosen di Universitas Palangka Raya (UPR) tersebut menyarankan, perlu adanya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dampak negatif dari perjudian online.
“Karena, judi online berdampak secara hukum, sosial maupun psikologis. Judi online bisa membuat orang kecanduan, terjerat utang, kehilangan pekerjaan, keluarga, dan masa depan,” pungkasnya.
(rzl/matakalteng)
Discussion about this post