SAMPIT – Kasus sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan sudah sangat sering terjadi, bahkan karena menggarap lahan 12 hektare dan ditanami sawit M Abdul Fatah dijadikan sebagai tersangka oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya.
Namun demikian, dirinya tidak menerima hal tersebut dan menggandemg kuasa hukum Rendha Ardiansyah. Fatah mengajukan gugatan secara perdata kepada pihak SPORC tersebut.
Hingga pada hari ini Senin, 4 Januari 2021 sidang masih agenda mediasi antara kedua belah pihak dipimpin hakim mediator Ike Liduri.
Salah satu kuasa hukum dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya usai mediasi enggan menanggapi para awak media yang ingin meminta keterangannya.
Sementara itu Rendha usai sidang menyebutkan mediasi akan kembali berlanjut pada pekan mendatang, mereka diminta membuat resume untuk perdamaian.
“Apa saja yang akan kami muat nanti dalam resume ini akan kami koordinasi dengan klien kami,” ujarnya, Senin 4 Januari 2021.
Sementara itu dalam gugatannya Penggugat menerangkan kalau mereka selaku pemilik yang sah atas sebidang tanah pekarangan dengan total luas 12 hektare, yang terdiri dari 6 SPPT yang terletak di Jalan PT. Sarpatim Km. 31. Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan.
Penggugat memperoleh tanah tersebut, membeli dari Abdul Hadi, Basori, Nurlaila dan Misliati sebagai mana šurat keterangan jual beli antara pemilik sebelumnya dengan istri Penggugat, tertanggal 16 Desember 2018 dan diketahui oleh Kepala Desa setempat dan merupakan garapan sejak 1982.
Bahwa sekitar bulan Desember 2018, Tanah milik Penggugat tersebut telah di daftarkan melalui Kepala Desa Ayawan untuk mengikuti Progran Prioritas Nasional yaitu Program Tanah Reforma Agraria (TORA).
Bahwa sebagaimana Surat Permohonan Alokasi Program TORA, Inventarisasi dan Verifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Nomor 653.3/847/DISPERKIMTAN/V/2020, dari BUPATI SERUYAN. Tanah milik Penggugat tersebut sudah masuk kedalam tahap verifikasi penguasaan tanah dan penyampaian rekomendasi oleh Bupati Seruyan,
Bahwa karena sebelum dibeli oleh Penggugat, tanah lahan tersebut telah di tanami tanaman kelapa sawit oleh pemilik sebelumnya dan tidaklah produktif, kemudian Penggugat berinisiatif untuk mencabut tanaman kelapa sawit tersebut dan digantikan dengan tanaman kelapa sawit yang baru dengan menyewa excavator agar proses pencabuatan pohon kelapa sawit tersebut lebih cepat.
“Bahwa pada 17 september 2020, Tergugat datang ke Tanah milik Penggugat, dan menyatakan bahwa Tanah milik Penggugat tersebut adalah Kawasan Hutan,” beber Rendha.
Kemudian Tergugat menyita Excavator yang disewa oleh Penggugat untuk mencabut kelapa sawit yang lama. Bahwa Penggugat telah menjelaskan dan memberikan bukti-bukti kepada Tergugat, Bahwa lahan Milik Penggugat tersebut sudah terdaftar đalam Program TORA yang di ajukan oleh Kepala Desa Ayawan kepada Bupati Seruyan.
Akan tetapi Tergugat tetap menolak Penjelasan Penggugat tersebut. kemudian Pada Tanggal 5 Oktober 2020, Penggugat dipanggil oleh Tergugat melalui surat untuk datang ke kantor Tergugat yang berada di Palangka Raya, untuk di mintai keterangan sebagai saksi.
Tergugat menjadikannya sebagai tersangka atas tindakan Perusakan Hutan. Sebagaimana Pasal 17 ayat 2 huruf (a) J.o Pasal 92 Ayat 1 Huruf a dan/atau Pasal 17 ayat 2 huruf (a) J.o Pasal 92 Ayat 1 Huruf a. Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Penggugat ditahan di rumah Tanahan Polda Kalimantan Tengah.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post