PALANGKA RAYA – Banyaknya perusahaan sawit di Kalimantan Tengah, memberikan keuntungan dari segi perekonomian namun pada sisi lain hadirnya perkebunan sawit tentu akan berdampak buruk pada lingkungan. Pembangunan ekonomi tersebut tercermin dari besarnya sumbangan komoditas ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun penyerapan tenaga kerja dari berbagai lapangan usaha yang terkait dengan sawit dari hulu sampai hilir.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng, Fahrizal Fitri meyebutkan, dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit masih ada sejumlah permasalahan, salah satunya perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan. Baik yang dikelola oleh perusahaan/korporasi maupun oleh petani kecil atau yang dikenal dengan sawit rakyat.
“Karena itu berbagai terobosan solusi perlu segera dirumuskan. Solusi penanganan sawit rakyat di dalam kawasan hutan yang tidak merugikan petani kecil, namun juga tetap mampu mendukung keberlangsungan fungsi ekologis kawasan hutan. Maka dari itu kami menyambut baik Strategi Jangka Benah Sebagai Solusi Penanganan Sawit Rakyat Dalam Kawasan Hutan,” ujar Fahrizal.
Lebih lanjut Fahrizal menambahkan, Strategi Jangka Benah merupakan salah satu strategi yang nantinya akan dilaksanakan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur sebagai percontohan. Berdasarkan data luasan tutupan sawit nasional pada tahun 2019, luas perkebunan sawit yang berada di Prov. Kalteng mencapai 1.178.702 Ha.
Luasan tutupan perkebunan sawit tersebut menyumbang kurang lebih 11% dari luasan tutupan sawit nasional. Dengan luasan tersebut, prov. Kalteng berada di urutan ke-5 secara nasional dalam hal luas tutupan sawit setelah Provinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.
Merespon permasalahan sawit di dalam kawasan hutan ini, khususnya sawit rakyat. Pemerintah telah menerbitkan beberapa instrumen regulasi dan kebijakan. Paket-paket regulasi tersebut antara lain: Inpres 8/2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
Selanjutnya, Perpres 88/2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permen LHK no 83/2016 tentang perhutanan sosial; dan lain-lainnya. Namun demikian, menurut hasil kajian yang ada, regulasi yang ada tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul sehubungan dengan sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan.
“Kami menyadari bahwa salah satu faktor yang mendukung keberhasilan implementasi strategi jangka benah adalah adanya dukungan kebijakan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” katanya.
“Semoga seluruh pihak dapat memberikan dukungan terhadap implementasi strategi jangka benah di Prov. Kalteng, dan dapat menjadi program dalam pengelolaan kawasan hutan yang sudah mengalami berbagai keterlanjuran pemanfaatan lahan untuk kebun kelapa sawit oleh masyarakat, dan saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut memikirkan solusi keterlanjuran sawit rakyat di kawasan hutan di Prov. Kalteng,” pungkas Sekda.
(vi/matakalteng.com)
Discussion about this post