SAMPIT – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) Rimbun menilai, tim yang dibentuk pemerintah tidak mampu secara tegas menyelesaikan masalah-masalah atau konflik antara perusahaan dan warga, sehingga berlarut-larut dan dikeluhkan masyarakat.
Khususnya untuk merealisasikan lahan plasma kepada warga yang berada di sekitar perusahaan. Apalagi hal tersebut sudah tertuang dalam pengurusan izin usaha perusahaan, yang mewajibkan perusahaan memberikan 20 persen besaran lahan dari Hak Guna Usaha (HGU) kepada masyarakat.
Dugaan pelanggaran aturan itu sudah sering disampaikan masyarakat dan legislatif kepada Pemerintah Daerah. Sayangnya, hingga kini seolah diabaikan, sementara hak kebun plasma untuk masyarakat juga banyak yang belum direalisasikan. “Masalah sengketa lahan dengan masyarakat juga masih marak dan belum terselesaikan hingga tuntas,” tegasnya, Rabu 13 Juli 2022.
Menurutnya, pemerintah setempat harus melakukan pengawasan terhadap penerapan Permentan No 26 Tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan.
“Di dalam Permentan disebutkan pembangunannya dapat dilakukan dengan pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat ini dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan rencana pembangunan kebun untuk masyarakat yang harus diketahui oleh bupati/kota,”jelasnya.
Permentan ini berlaku bagi seluruh perkebunan setelah tahun 2007. Sedangkan untuk perkebunan yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) sebelum tahun tersebut tetap diwajibkan untuk bermitra dengan masyarakat melalui CSR berdasarkan UU perseroan. Namun pada saat perpanjangan HGU, aturan plasma 20 persen tersebut tetap dikenakan pada perusahaan tersebut.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post