NANGA BULIK – Kepala Desa Sekoban, Udara, memenuhi panggilan polisi pada Selasa 15 Maret 2022, untuk dimintai keterangan terkait permasalahan sengketa lahan dan realisasi plasma yang terjadi antara perusahan perkebunan kelapa sawit PT First Lamandau Timber International (FLTI) dengan masyarakat Desa Sekoban, Kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Diketahui, PT FLTI yang merupakan bagian dari Triputra Agro Persada Group (TAP) itu secara resmi telah membuat laporan polisi nomor : LP/B/40/III/2022/SPKT/POLRES LAMANDAU/POLDA KALIMANTAN TENGAH, tanggal 09 Maret 2022. Laporan tersebut atas dugaan tindak pidana kejahatan di bidang perkebunan sesuai pasal 107 UU RI no 39 tahun 2014 tentang perkebunan, yaitu setiap orang secara tidak sah yang mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai lahan perkebunan sesuai.
Atas laporan itu kepolisian melakukan penyelidikan, diantaranya dengan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan atau klarifikasi. Pihak-pihak yang dipanggil polisi mulai dari Kepala Desa (Kades), tokoh adat (Damang) dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Lamandau hingga perwakilan masyarakat.
“Sesuai surat yang saya terima, saya hadir memenuhi panggilan polisi untuk memberikan keterangan. Atas nama Pemerintah Desa, saya memberi keterangan sesuai kapasitas saya,” ujar Kades Sekoban, Udara, Rabu, 16 Maret 2022.
Dirinya mengaku cukup memahami konflik yang berkembang antara masyarakat dengan PT FLTI. Selama ini masyarakat selalu berkoordinasi atau bahkan melibatkan Pemdes dalam setiap kegiatan. Termasuk saat akan menyampaikan tuntutan dan juga melaksanakan ritual adat Hinting Pali di area yang disengketakan sebagai salah satu solusi sementara sebelum tercapainya kesepakatan.
Dijelaskan, Pemdes berharap agar dalam upaya penyelesaian berbagai persoalan semua pihak agar dapat mengedepankan Bahaum Bakuba (musyawarah mufakat) sesuai moto Kabupaten Lamandau. Selain Kades, pihak yang juga dipanggil polisi adalah Ketua DAD Kecamatan Delang, Rudi Sea, Damang Kecamatan Lamandau, Paulus Redan C Kunjan, termasuk juga dari pihak masyarakat atas nama Yusea.
Untuk Damang Lamandau sendiri dijadwalkan pada tetangga 17 Maret 2022. “Saya juga mendapat surat dari Polres Lamandau untuk dimintai keterangan yang jadwalnya 17 Maret besok,” kata Damang Redan, Rabu 16 Maret 2022.
Redan membeberkan bahwa ia bersama DAD Kecamatan Lamandau melaksanakan pemasangan Hinting Pali di lahan seluas 117 hektare dari total 440 hektare lahan yang menjadi sengketa. Hinting Pali yang dimulai sejak 18 Februari 2022 tersebut merupakan ritual adat Lompang Begawar, dimana masyarakat melalui lembaga adatnya menghentikan sementara aktivitas perusahaan di area yang menjadi sengketa demi menghindari adanya konflik atau hal-hal yang tidak diinginkan.
“Selama belum ada kesepakatan, seyogyanya pihak perusahaan tidak melakukan aktivitas seperti halnya panen di lahan sengketa itu, tapi ternyata fakta di lapangan pihak perusahaan tetap melakukan aktivitasnya. Tentu hal ini cukup mengusik banyak pihak karena berkaitan dengan adat istiadat dan kearifan lokal yang dilanggar. Lebih jauh dari itu pihak perusahaan malah membuat laporan polisi atas tuduhan pelanggaran hukum bidang perkebunan,” ungkapnya.
Terpisah, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Lamandau, Rudi Sea, memastikan pihaknya akan terus mengambil langkah untuk memperjuangkan hak masyarakat desa Sekoban. “Kami meminta perusahaan untuk mengeluarkan kebun yang masuk pada area HPK (kawasan hutan produksi yang dapat dikonversikan) yang berdasarkan overlay seluas 460 hektare, serta realisasi kewajiban lahan plasma 20 persen untuk kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
(Btg/matakalteng.com)
Discussion about this post