PALANGKA RAYA – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej mengatakan setidaknya terdapat tiga nilai pokok yang melatarbelakangi pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Eddy menilai pembaharuan ini dinilai sangat mendesak, dijelaskannya tiga nilai pokok yang melatarbelakangi kepentingan tersebut, yakni harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, berorientasi pada hukum pidana modern, dan menjamin kepastian hukum.
Eddy menjelaskan bahwa KUHP yang kita pakai saat ini telah disusun sejak tahun 1800. Artinya KUHP ini sudah berusia 222 tahun lamanya.
“KUHP ini disusun pada saat hukum pidana beraliran klasik, yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Padahal kita tahu bahwa terjadi perkembangan zaman yang luar biasa sampai dengan saat ini, dan (KUHP) harus disesuaikan dengan perkembangan zaman,” kata Eddy, saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) pada kegiatan sosialisasi dan diskusi Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP, di Aula Universitas Palangka Raya, Rabu (26/10).
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga menambahkan, KUHP saat ini tidak menjamin adanya kepastian hukum. Hal tersebut dikarenakan KUHP itu diterjemahkan secara berbeda oleh para ahli hukum.
“Kira-kira yang sah, yang asli, yang benar terjemahan itu punya siapa? Perbedaan terjemahan itu sangat signifikan,” kata Eddy.
Sementara itu, Anggota Tim Pembahasan dan Sosialisasi RUU KUHP, Albert Aries mengatakan ada hal menarik yang ditawarkan RUU KUHP ini. RUU KUHP ini menawarkan satu elemen tambahan sebelum hakim menjatuhkan pemidanaan, yaitu tujuan pidana.
“Nah inilah yang tidak ada dalam KUHP kita saat ini. Tujuan dan pedoman pemidanaan menjadi penting agar KUHP kita tidak menjadi hukum pembalasan lagi,” jelasnya.
(Liv/matakalteng.com)
Discussion about this post