SAMPIT – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) H Supian Hadi mengintruksikan jajarannya untuk memberikan pendampingan kepada korban penganiayaan yang dilakukan oleh orangtuanya hingga pulih.
“Saya sudah instruksikan dinas terkait untuk memberikan pendampingan ini. Hingga anak ini benar-benar pulih seluruhnya baik dari trauma dan kesehatannya,” kata Supian Hadi, Selasa 25 Agustus 2020.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan untuk membantu korban dalam proses pengobatan hingga tuntas. Sedangkan Dinas P3AP2KB membantu dalam pemulihan psikis.
Tak hanya itu, Supian Hadi juga mengapresiasi kepedulian masyarakat Kotawaringin Timur terhadap kasus ini. Bahkan, ada yang membantu korban hingga membuatnya ceria. “Tapi yang perlu diperhatikan juga, jam istirahat korban ini. Istirahatnya jangan sampai terganggu apalagi saat ini masih dalam masa pemulihan,” tegasnya.
Bupati Kotawaringin Timur juga mengapresiasi upaya kepolisian yang dengan sigap mengungkap kasus ini serta berhasil menangkap 2 tersangka dengan waktu yang singkat. Melihat kondisi korban yang sangat memprihatikan, dirinya turut mengutuk perbuatan keji tersangka yang tak lain ibu kandungnya sendiri, serta kekasihnya.
“Orangtua itu harusnya menjadi pelindung bagi anaknya. Bukan malah melakukan menganiaya seperti ini,” tegasnya. Terpisah, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Kotim mengimbau kepada masyarakat agar tidak menyebar atau meng-upload foto atau pun video anak yang menjadi tindak kekerasan orangtuanya yang baru-baru ini terjadi.
“Sebenarnya untuk kode etik sendiri tidak boleh memposting foto atau video anak yang sangat memprihatikan itu,” kata Ellena Rosie Kepala DP3AP2KB Kotim.
Ellena Rosie mengatakan dirinya memahami maksud dari masyarakat yang juga turut prihatin dan ingin membantu,namun mereka tidak menyadari cara yang mereka gunakan dengan memposting foto tersebut telah melanggar kode etik.
Pasalnya memposting atau mengupload foto atau pun video anak yang mengalami kekerasan kedalam media sosial memiliki kode etiknya diantaranya wajah anak harus dikaburkan dan tidak menyebut identitas anak.
Karena jika tidak menggunakan kode etik akan berdampak buruk bagi sang anak dan disandang seumur hidup karena berita tentangnya dapat diakses oleh siapapun di media sosial. Lantaran identitasnya sudah dikenali,bisa jadi korban akan menjadi bahan ejekan ataupun sulit untuk mengembangkan diri.
“Saya memahami maksud masyarakat yang juga ikut prihatin dengan kejadian itu sehingga tanpa sadar dan tidak mengetahui bahwa itu tidak boleh,” tambahnya. Ellena Rosie menambahkan untuk kedepannya berharap masyarakat lebih memperhatikan kode etik jika ingin memposting sesuatu agar kebelakangnya tidak membawa dampak buruk bagi orang lain.
(vi/matakalteng.com)
Discussion about this post