SAMPIT – Banyaknya peminat atau konsumen rokok, membuat sejumlah masyarakat berpikir membuat rokok ilegal dengan keuntungan yang menggiurkan. Pasalnya rokok yang ilegal atau tidak kena pajak dari Bea Cukai, maka keuntungan yang diperoleh menjadi lebih banyak.
Namun hal itu tentu bukanlah tindakan yang baik. Karena untuk menjual rokok harus memiliki izin, dimana yang legal ditandakan dengan adanya pita cukai pada kemasan rokok. Demikian disampaikan Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Sampit Sri Sundari, Senin 29 Juni 2020.
Dikatakan, semua yang terkena bea cukai akan selalu ada pengawasannya. Karena salah satu tupoksi dari bea cukai yaitu melakukan pengawasan peredaran terhadap BKC (minuman keras, tembakau dan vave).
“Untuk rokok harga bervariatif, tergantung produkdinya. Kalau ada harga rokok yang murah, itu belum tentu tidak ada bea cukainya. Karena masing-masing mrek rokok itu punya pangsa pasar sendiri, baik itu yang mahal maupun yang murah. Seperti di daerah Jawa Timur banyak sekali pabrik rokok, ada produsen kecil yang memproduksi rokok namun memiliki ijin resmi. Nah biasanya itu yang lebih murah. Sedangkan yang dari pabrik besar harga akan lebih mahal,” jrlasnya.
Lanjutnya, tidak menutup kemungkinan rokok ilegal itu masih ada beredar. Makanya tugas dari bea cukai adalah melakukan sosialisasi sekaligus pengawasan. Biasanya sosialisasi dilakukan ke warung-warung untuk mensosialisasikan larangan memperjual belikan rokok ilegal.
Dimana untuk warung yang sudah di sosialisasikan akan di tempeli stiker yang menandakan. Selain itu ada lagi tim dari Seksi Pelayanan Kepabean Bea Cukai yang akan turun ke lapangan untuk melakukan pengecekkan harga eceran, apakah sudah sesuai dengan standarnya.
Karena jika ada yang menjual lebih murah itu salah satu indikasi rokok ilegal. Kemudian ada pula yang namanya operasi pasar. Dimana petugas melakukan sidak ke warung-warung. Jika ditemukan rokok ilegal dalam jumlah sedikit dan di warung itu menjual rokok bercampur legal dan ilegal.
Maka pedagang hanya akan diberikan sosialisasi dan rokok ilegal itu di ambil, sedangkan jika menjual semua rokok ilegal maka selain rokok itu di tahan pedagang juga akan dikenakan tindak pindana dan akan disidangkan.
“Kalau rokok biasanya door to door, sedangkan untuk minuman keras penjualnya di undang ke kantor dan diberikan sosilisasi tentang kewajiban-kewajiban mereka. Bahkan acontingnya juga di undang untuk melaporkan ketersediaan miras di toko mereka. Di Kotim ini tidak ada produksi minuman atau rokok, hanya pemasar,” tuturnya.
Disebutkannya, rokok dan miras yang legal ditandakan dengan adanya pita cukai pada kemasan. Kemudian membayarkan pajak. Sedangkan yang ilegal, ada yang menggunakan pita cukai palsu. Dimana ada alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi pita cukai palsu atau bukan.
Selain itu ada juga kemasan yang polos atau tidak ada pita cukainya. Terakhir ada juga yang menggunakan pita cukai asli namun bekas dari kemasan sebelumnya yang tidak rusak. “Sebenarnya masyarakat sudah banyak tahu tentang konsekuensi penjualan ilegal ini, namun karena tergiur keuntungan yang lebih besar makanya masih ada,” ungkapnya.
Ditambahkan oleh Kepala Seksi Penindakan Bea Cukai Sampit Haris Setioko, bahwa ada dua jenis rokok yang beredar. Yaitu rokok filter dan rokok keretek. Dimana rokok filter murni buatan dari mesin, sedangkan keretek pembuatannya dengan cara di linting sendiri atau produksi rumahan.
“Ketika rokok itu selesai dibuat, itulah rokok tersebut terutang pajak atau bea cukai. Ketika keluar dari pabrik harus sudah lunas dengan ditandakan sudah dilekatkannya pita cukai.
Selama tahun 2019 hingga 2020 ini ada ditemukan toko yang menjual rokok ilegal, namun tidak semua rokok yang ia jual ilegal. Sehingga hanya diberikan sosialisasi dan rokoknya diambil. Terkecuali toko itu menjual semua rokok ilegal atau distributor, maka akan dikenakan sanksi pidana,” ungkap Haris.
(ary/matakalteng.com)
Discussion about this post