PALANGKA RAYA – Belakangan ini, penjarahan di kebun sawit yang terjadi di Kalteng menjadi sorotan publik. Fenomena ini sendiri disebutkan Ketua Gapki Kalteng, Syaiful Panigoro, karena terkait dengan tuntutan realisasi plasma 20 persen.
“Meski di kebun-kebun yang sudah menerapkan kebijakan tersebut tetap terjadi penjarahan, yang menyebabkan perusahaan dan masyarakat setempat merugi,” ungkapnya, usai audiensi GAPKI dengan Gubernur Kalteng beserta jajaran, belum lama ini.
Dia mengatakan, pencurian tandan buah segar (TBS) dilakukan secara terang-terangan. Sekelompok orang yang mengerahkan banyak mobil hingga 200 unit memanen sawit tanpa izin, bahkan sekalipun di kebun yang sudah memenuhi kebutuhan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20 persen (kebun plasma.red).
Sebagai respon, GAPKI Kalteng telah melakukan evaluasi terhadap anggota-anggotanya yang belum memenuhi kewajiban fasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sebanyak 20 persen. Namun, regulasi dan upaya lainnya yang dilakukan belum memadai untuk menanggulangi fenomena penjarahan yang semakin merajalela ini.
“Fenomena penjarahan ini sudah berjalan hampir setahunan, sebetulnya sudah lama ramai, tetapi peristiwa ini naik lagi setelah ada peristiwa penembakan di Desa Bangkal,” sebutnya.
Dia menceritakan, fenomena penjarahan tersebut awalnya terjadi di Seruyan dan Kotawaringin Barat (Kobar). Kemudian akhir-akhir ini terjadi di Kotawaringin Timur (Kotim). Tiga wilayah itu yang akhir-akhir ini diramaikan dengan kasus penjarahan kebun sawit.
Penjarahan yang hanya terjadi di wilayah Kalteng ini menurutnya bisa terjadi karena dampak dari kekurangpahaman dan ketidakadilan yang masih dihadapi oleh para petani lokal.
Solusinya tentu membutuhkan upaya terintegrasi dari berbagai pihak. Di samping pemerintah, para produsen, serta seluruh stakeholder lain, masyarakat juga harus terlibat aktif dalam mengatasi fenomena penjarahan ini. Ini sebagai upaya bersama untuk menanggulangi kejahatan serta mendorong kesejahteraan petani lokal.
Di tempat yang sama, Plt Kepala Dinas Perkebunan Kalteng H Rizky Ramadhana Badjuri mengatakan, pertemuan yang dilakukan itu merupakan awal dari penanganan konflik perkebunan di Kalteng yang lebih baik lagi.
“Mudah-mudahan kita bisa bergandengan tangan untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang belum ada solusinya bagi dunia investasi perkebunan,” sebutnya.
Rizky menyebut, memang ada beberapa perbedaan peraturan yang membuat persoalan ini menjadi runcing, tetapi jika melihat dari sisi potensi, Kalteng menyimpan potensi luar biasa di sektor perkebunan.
“Hampir 2-3 juta luasan tutupan sawit. Kalau memang dibilang dunia investasi PBS, ada yang sudah melaksanakan bahkan lebih dari 20 persen,” sebutnya.
Menurut Rizky, ada perusahaan yang belum melakukan realisasi kebun masyarakat, tetapi tidak serta-merta yang belum itu tidak mau melakukan, karena ada peraturan bahwa perusahaan yang berdiri sebelum tahun 2007 itu belum wajib.
“Pertemuan ini sangat baik, menghasilkan saran dan masukan yang baik, dengan begitu nanti mudah-mudahan dunia investasi di Kalteng, bukan hanya sawit, tetapi juga kakau, kelapa dalam, kopi, cengkeh, dan produksi karet bisa lebih meningkat lagi,” jelasnya.
(vi/matakalteng)
Discussion about this post