SAMPIT – Pembimbing dari Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Airosilah mengingatkan, agar para guru khususnya di Kotawaringin Timur (Kotim) dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik menanamkan budaya luhur.
Menurutnya, meski saat ini kemajuan teknologi sudah berkembang pesat bahkan turut mempengaruhi dunia pendidikan, namun hal itu tidak boleh melunturkan nilai-nilai kebudayaan apalagi budaya lokal yang sudah ada sejak jaman dulu dari para leluhur. “Teknologi boleh berkembang dengan pesat tapi kebudayan juga tetap dijaga. Para guru harus tetap mengajar dengan kelembutan,” kata Airosilah, Rabu, 1 Desember 2021.
Dikatakan juga, seorang guru penggerak harus meningkatkan kualitas, dengan cara guru yang berorientasi peningkatan pada proses dan hasil belajar oleh peserta didik. “Karena saat ini dunia pendidikan dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebab itu guru sebagai elemen penting dalam pendidikan dituntut memiliki kepekaan, kemauan dan kemampuan untuk beradaptasi menghadapi perubahan tersebut,” tegasnya.
Diketahui, saat ini sebanyak 30 guru di Kotim mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Program itu akan berlangsung selama 9 bulan ke depan. “Tentu bersemangat. Namun untuk itu kami berharap dukungan dari harus sekolah tempat bekerja, rekan sejawat, dan siswa. Karena guru penggerak ini implementasinya siswa,” ungkap Nia Pitriani, salah seorang calon guru penggerak.
Program ini bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogi kepada guru yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistic dan mampu menggerakkan komunitas belajar. Baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan serta berpotensi menjadi pemimpin pendidikan yang mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik.
Selama 9 bulan ke depan para peserta akan dibekali kompetensi kepemimpinan pembelajaran yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah.
PGP didesain untuk mendukung hasil belajar yang implementatif berbasis lapangan dengan menggunakan pendekatan andragogi dan blended . “Proporsi kegiatan terdiri atas 70 persen belajar di tempat bekerja atau di sekolah, 20 persen belajar bersama rekan sejawat, dan 10 persen belajar bersama narasumber, fasilitator, dan pengajar praktik,” tandasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post