SAMPIT – Berangkat dari keputusan Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) membebas tugaskan dua Kepala Dinas (Kadis) di Kotim, ia menyebutkan bahwa dua Kadis tersebut terlibat politik atau tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2020 ini.
Meski demikian, hingga saat ini belum diketahui siapa dua Kadis yang dibebas tugaskan tersebut. Hingga hal ini mengundang pertanyaan dan kecurigaan dari masyarakat.
Tokoh Masyarakat Kotim Gumarang berpendapat, hal tersebut bisa saja merupakan tekanan dari pemerintah karena tidak mampu mengendalikan Aparatur Sipil Negara (ASN), lalu istilahnya dilakukanlah tekanan.
“Itu salah satu strategi dalam memimpin, hal itu biasa saja jika tekanan itu tidak berdampak pada umum. Sah-sah saja manajeman dengan tekanan, asal tidak berdampak pada hukum dan orang lain,” sebutnya, Jumat 6 November 2020.
Lebih lanjut menurutnya, hal ini jangan sampai menjadi bagian dari skenario politik, seolah-olah untuk menaikkan nilai atau kesan pemimpin tegas yang kemudian memberikan sanksi kepada dua Kadis ini. Padahal disinyalir ada lebih dari dua ASN yang bermain politik.
Menurutnya, sikap bupati ini sangat rentan membuat polemik di masyarakat, manajamen kendali bupati terhadap ASN ini bisa membuat gaduh.
“Bisa saja ASN dikendalikan dengan baik tanpa membuat kegaduhan, ini perlu dipertanyakan. Kenapa bisa gaduh dalam mengendalikan ASN saat masa politik ini. Bupati harus menyadari juga terlebih lagi disituasi pandemi ini, harusnya lebih menciptakan suasana yang adem untuk masyarakat, bukan malah menciptakan suasana panas,” tegasnya.
Hingga akhirnya dikatakannya, hal ini membuat masyarakat bertanya siapa yang salah, ASN kah atau bupatinya. Karena manajemen pengendalian ASN ini kembali lagi dari pemimpinnya sendiri.
“Kemungkinan pertama ini bisa jadi penekanan karena ketidakmampuan mengontrol ASN sehingga dibuatlah penekanan ini. Ini adalah manajemen ekstrim atau dengan cara menakut-nakuti. Kedua ini bisa jadi skenario politik, pencitraan publik agar masyarakat menilai bupati ini tegas dan netral. Padahal belum tentu kasus ini terungkap sampai tuntas,” terangnya.
Gumarang mendorong agar masalah ini dibuktikan secara konkrit, jika tidak bisa dibuktikan maka bisa menjadi hoax kepada publik. Untuk itu, ia mengingatkan agar hal ini tidak sampai menjadi boomerang untuk bupati sendiri, karena ini merugikan publik.
“Publik bisa melakukan gugatan jika tidak ada bukti akan hal tersebut. Bukan ASN saja yang bisa menuntut, namun publik juga bisa menuntut karena merasa terganggu jika tidak ada buktinya sampai sekarang,” tutupnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post