SAMPIT – Kewajiban plasma bagi perusahaan besar swasta (PBS) sudah diatur dalam ketentuan perundangan-undangan. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) Abadi.
“Di dalam Permentan disebutkan pembangunannya dapat dilakukan dengan pola kredit, hibah atau bagi hasil. Sedangkan untuk perkebunan yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) sebelum tahun tersebut tetap diwajibkan untuk bermitra dengan masyarakat melalui CSR berdasarkan UU perseroan,” jelasnya, Senin 18 Juli 2022.
Permentan Nomor 26 Tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan.
Namun lanjut Ketua Fraksi PKB ini, pada saat perpanjangan HGU, aturan plasma 20 persen tersebut tetap dikenakan, perusahaan bisa membangun kebun masyarakat di luar HGU atau di lahan milik masyarakat dengan pola apa saja, yang penting minimal 20 persen bisa tercapai.
“Pola kemitraan plasma merupakan amanat dari UU Nomor 18/2004 tentang Perkebunan. Pada 2007, perusahaan perkebunan inti diwajibkan membangun plasma dengan menyisihkan 20 persen luas HGU mereka,” sebutnya.
Namun, sejak berlakunya Permentan Nomor 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, plasma masyarakat dapat dibangun dari lahan di luar konsesi yang luasnya setara dengan 20 persen HGU.
“Hal ini akan memudahkan perusahaan dalam membangun kemitraan. Masyarakat sekitar kebun juga mendapat manfaat dari adanya perusahaan perkebunan sebab lahan mereka bisa dibangunkan kebun sawit,” beber Abadi.
Jika dikalkulasikan ujarnya, sebanyak jumlah perkebunan yang ada di Kotim dan berapa jumlah penduduk, maka itu sudah bisa didapat betapa besarnya efek kesejahteraan untuk masyarakat semua.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post