Oleh: Dewi Utami, S.Pd.I ***
Keluarga merupakan konstruksi masyarakat serta maktab terkecil. Dari keluarga inilah akan melahirkan generasi bangsa. Di dalam keluarga ini juga pendidikan utama dan pertama akan bisa membentuk generasi bangsa yang unggul. Sehingga terciptanya suasana keluarga yang harmonis, sejahtera, sangat diperlukan untuk membangun konstruksi yang kuat.
Namun sayangnya, ketahanan keluarga di negeri ini semakin rapuh. Hal ini terbukti dilihat dari fakta angka perceraian semakin meningkat. Di Indonesia setidaknya ada 516 ribu pasangan bercerai setiap tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pernikahan yang mengalami penurunan yaitu 2 juta menjadi 1,8 juta setiap tahun.
Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama Prof. Dr. Kamaruddin Amin menjelaskan, jumlah perceraian terbilang fantastis. (news.replubika.co.id, 22/9/2023)
Mayoritas kasus perceraian yang terjadi pada 2022 merupakan cerai gugat, yang berarti gugatan perceraian diajukan oleh pihak istri. Jumlahnya sebanyak 338.358 kasus atau sebanyak 75,21% dari total kasus perceraian yang terjadi.
Pada lain sisi sebanyak 127.986 kasus atau 24,79% adanya talak cerai yang dilakukan oleh suami. (data.good.id, 22/5/2023)
Faktor-faktor Penyebab Naiknya Angka Perceraian Banyaknya kasus perceraian tentunya tidak terlepas dari beberapa pemicu penyebab meningkatnya jumlah perceraian tersebut. Situasi seperti inilah yang harus mendapatkan perhatian. Karena jika tidak, tentu akan berimbas pada ketahanan keluarga serta rapuhnya generasi penerus.
Karena jika dicermati beberapa dari pasangan yang bercerai kemudian rujuk kembali, nampaknya hal tersebut begitu minim. Padahal rujuk merupakan anjuran agama demi membangun kembali ketahanan keluarga yang harmonis. Prof. Dr.Kamaruddin Amin mengatakan bahwa Kemenag memiliki progam Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon Pengantin (Bimwincatin).
Upaya ini dilakukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Karena beberapa faktor penyebab perceraian adalah : Mereka yang ingin menikah ternyata tidak semua siap, belum paham tentang keluarga, belum siap menjadi suami atau istri, dan belum paham tentang manajemen keuangan, kesehatan reproduksi sehingga melahirkan generasi stunting.
Ketua Umum Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Prof. KH. Nasarudin Umar menjelaskan bahwa banyak undang-undang dirumuskan untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga atau mengurangi kasus KDRT namun tidak berhasil. Undang-undang melarang pernikahan usia muda. Namun undang-undang yanga ada tidak mengurangi pernikahan usia muda dampaknya perceraian didominasi oleh pasangan usia muda yang di bawah lima tahun pernikahan. (replubika.co.id, 22/9/2023).
Selain faktor diatas adanya pengaruh sistem sekular kapitalis yang tengah menguasai semua aspek kehidupan, merupakan sebab utama dari meningkatnya perceraian. Sistem sekular yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Budaya cerai merupakan gambaran dari ketahanan keluarga di era sekularisme kapitalisme. Yang mana setiap pasangan suami istri masih tersilaukan dengan kehidupan dunia.
Sehingga orientasi untuk meraih visi dan misi untuk meraih ketahanan keluarga yang harmonis guna mencetak generasi penerus teralih begitu saja. Belum lagi permasalahan ekonomi sering menjadi bayang-bayang yang mana masyarakat membutuhkan solusi tuntas bukan hanya sekedar retorika semata. Keluarga Dalam Pandangan Islam Dalam Islam kehidupan keluarga tidak lain adalah bermisi untuk kehidupan akhirat.
Yang mana suami istri berlomba-lomba meraih ridho Allah. Seorang suami senantiasa mendidik dan membimbing istri dan anaknya dengan bekal agama yang mumpuni. Meluruskan istri secara baik ketika istrinya melakukan kemaksiatan serta membuat suasana bahagia di tengah-tengan keluarga. Memberikan nafkah yang halal dan thoyib.
Sedangkan seorang istri hendaknya ridho dengan segala kehendak suami, menjaga kehormatan dan harta suami, melayani suami dengan penuh kasih sayang, mengurus rumah tangga sekaligus mendidik anak-anaknya dengan ilmu agama. Suami istri diwajibkan untuk saling berkolaborasi demi terciptanya keluarga yang tentram. Karena kehidupan suami istri bukanlah hubungan antara majikan dan pelayan.
Akan tetapi hubungan persahabatan yang mu’asyarah (hubungan) dan mulazamah (dzikir/ingat pada Allah). Untuk itulah Islam hadir dengan seperangkat aturannya yang mengatur hubungan suami istri dalam mencapai ketahanan keluraga yang kokoh. Islam mampu memberikan solusi secara menyeluruh dalam menyelesaikan problematika kehidupan yang ada.
Islam adalah agama yang mengatur setiap individu dengan Tuhannya, individu dengan dirinya sendiri, dan individu dengan sesamanya. Oleh karena itu sudah selayaknya Islam harus diterapkan secara menyeluruh dalam aspek kehidupan.
Dalam membentengi keluarga dari kerapuhana, tidak hanya melalui keluarga itu sendiri.
Namun dalam mewujudkan ketahanan keluraga yang ideal diperlukan perlindungan dan dukungan secara penuh dari negara. Bukan hanya sekedar penyuluhan maupun jaminan undang-undang semata. Meskipun perceraian adalah sebuah realitas kehidupan suami istri yang tidak bisa dihindari, namun melalui peran negara sangat berpengaruh bagi ketahanan keluarga.
Oleh karena itu negara secara penuh menjamin keharmonisan setiap anggota keluarga dengan memberikan berbagai edukasi guna menguatkan keimanandan ketakwaan kepada Allah secara total, memberikan dan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga para suami tidak kesulitan dalam memberikan nafkah kepada anak dan istrinya.
Menciptakan sumber pangan dan kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau dan memberikan fasilitas pendidikan, kesehatan dan lainnya dengan maksimal. Dengan demikian ketahanaan keluarga akan terwujud.
(Dewi Utami adalah Pemerhati Remaja berdomisli di Kabupaten Kotawaringin Timur)
Discussion about this post