NANGA BULIK – Puluhan warga Desa Sekoban, Kabupaten Lmandau yang mengatasnamakan sebagai Masyarakat Adat Desa Sekoban, melakukan aksi di area portal perusahaan perkebunan kelapa sawit PT First Lamandau Timber International (FLTI).
Koordinator Aksi, Artia Nanti, aksi tersebut didampingi oleh Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) Kabupaten Lamandau serta sejumlah aparat keamanan.b”Kami menyampaikan sejumlah tuntutan yang merupakan hasil kesepakatan Masyarakat Adat Desa Sekoban, antara lain menuntut pihak PT FLTI atas janji-janji yang belum dipenuhi melalui hasil kesepakatan dengan Bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 22 Maret 2010 dan Bupati Lamandau pada tanggal 20 Agustus 2014 untuk membangun kebun plasma,” ungkapnya.
Selain itu, menuntut kebun (kelapa sawit) yang dikuasai dan digarap PT FLTI yang berada di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK) seluas 460 hektar dijadikan kebun kemitraan, hingga pengklaiman agar HPK tersebut dengan status quo. Dengan demikian PT FLTI tidak bisa melakukan segala aktivitas termasuk panen dan perawatan di areal lahan kawasan HPK tersebut mulai tanggal 31 Januari 2022 sampai ada keputusan dari PT FLTI dan Pemerintah Daerah.
“Kami mengultimatum agar PT FLTI merealisasikan tuntutan masyarakat tersebut dengan tenggat waktu selama 6 hari kerja setelah pernyataan sikap tersebut kami sampaikan, dan sudah diserahkan langsung kepada Humas PT FLTI, Suryaman, yang hadir saat aksi berlangsung,” jelasnya. Apabila pihak perusahaan (FLTI) masih melakukan aktivitas di dalam kawasan HPK dan tidak menindaklanjuti, pihaknya menegaskan akan menurunkan masa lebih banyak lagi dan menduduki lahan tersebut.
Sementara, saat dikonfirmasi PT FLTI melalui Humasnya Suryaman menyampaikan, sejak awal masyarakat desa Sekoban tidak menginginkan adanya pembangunan kebun plasma dengan alasan sudah memiliki kemitraan dengan perusahaan lain. “Karena Desa Sekoban tidak ingin bermitra untuk kebun plasma, maka Desa Sekoban meminta untuk diberikan bibit kelapa sawit sebanyak 6.800 pokok, dan dalam hal pemberian bibit telah diberikan pada tahun 2012. PT FLTI juga telah memberikan kompensasi hak atas tanah potensi desa dan tanah garapan warga seluas 282 hektar dan 88 hektar. Hal ini telah disepakati oleh Desa Sekoban dan PT FLTI pada tahun 2011 lalu. Kemudian hasil mediasi oleh Pemkab Lamandau pada tahun 2014 disepakati bahwa FLTI bersedia membangun plasma untuk warga desa Sekoban dengan ketentuan bahwa tanah disediakan oleh warga desa Sekoban,” katanya, Rabu 2 Januari 2022.
Dijelaskan Suryaman, FLTI telah memberikan kompensasi ganti rugi lahan seluas 98,301 ha, memberikan kompensasi ganti rugi lahan hak milik pribadi seluas 15 hektar, dimana total kompensasi ganti rugi lahan yang diberikan PT FLTI kepada Desa Sekoban pada tahun 2014 seluas 113,31 hektar. “Desa Sekoban berjanji untuk menyiapkan lahan, namun hingga saat ini belum terlaksana. Pada tanggal 9 Oktober 2021, pemerintah Desa Sekoban serta warga melakukan musyawarah dengan PT FLTI yang menyepakati bahwa Kepala Desa Sekoban akan menyiapkan lahan bagi kelompok tani dengan target pembangunan kebun plasma. PT FLTI tetap berpegang kepada kesepakatan dimana perusahaan bersedia untuk membangun kebun plasma dengan syarat lahannya disediakan oleh warga,” bebernya.
Suryaman menyebut, PT FLTI aktif memberikan kontribusi dan bantuan kepada masyarakat desa, misalnya dalam bentuk bantuan pembangunan rumah adat, bantuan perbaikan jalan dan jembatan, pembukaan tapak gereja serta pemberian bantuan honorarium bagi guru TK. “PT FLTI menolak rencana pengambilalihan lahan perkebunan sebagai lahan plasma karena selain berpotensi melanggar hukum dan merugikan PT yang saat ini sedang berjuang melewati masa kritis akibat pandemi Covid-19, serta juga kiranya tidak sesuai dengan kesepakatan bersama sebelumnya. Kami berharap agar masyarakat desa Sekoban tetap berfokus mencari lahan untuk pembangunan plasma dengan berkoordinasi bersama jajaran pemerintah daerah terkait,” pungkasnya.
(Btg/matakalteng.com)
Discussion about this post