SAMPIT – Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Hasil Hutan Bukan Kayu (KUPS HHBK) dari IUPHKm Koperasi Cempaga Perkasa Suparman mengatakan, melalui Anggota DPR RI Dapil Kalteng, Muktarudin sudah melayangkan surat kepada Komisi III yang membidangi politik dan hukum dan Komisi IV yang membidangi kehutanan untuk digelar rapat dengar pendapat (RDP) di DPR RI.
Hal itu ujarnya guna melakukan pengujian 2 perizinan yang saat ini dipermasalahkan di Desa Patai, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) agar ada kepastian hukum.
“Kami sudah sampaikan dukungan aspirasi masyarakat melalui DPD Golkar Kotim ke DPR RI melalui Pak Muktarudin, dan kami berharap DPR RI segera menjadwal rapat dengar pendapat ini,” kata Suparman, Selasa 1 Juni 2021.
Menurutnya, izin yang ingin mereka uji yakni izin yang mereka miliki, IUPHKm Koperasi Cempaga Perkasa Nomor SK.5972/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada Koperasi Cempaga Perkasa dengan luas 704 hektare di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi di Desa Patai, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur tertanggal 19 September 2018 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan.
Dengan izin yang dikantongi oleh perusahaan sawit PT Wana Yasa Kahuripan Indonesia (WYKI) atas surat izin Bupati Kotim tentang persetujuan prinsip arahan lokasi 3 Mei 2007 hingga 3 Mei 2009.
Kemudian keputusan Bupati Kotim tentang izin usaha perkebunan untuk pelepasan kawasan hutan tertanggal 20 Juni 2013.
“Mana yang benar, apakah izin kami yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan atau milik perusahaan yang hanya melalui surat yang dikeluarkan Pemkab Kotim,” tegasnya.
Suparman juga menjelaskan, akibat permasalahan ini, yang saat ini dirugikan adalah mereka, sementara hasil di atas lahan ini yang menikmatinya perusahaan.
“Sementara kami selama dibebankan pembayaran pajak,” ujar Suparman.
Seperti diketahui sebelumnya, Kementerian Kehutanan mengeluarkan surat nomor B.558/Menhut-VII/KUH/2103 per tanggal 21 Mei 2013 yang dilayangkan kepada direktur PT WYKI tentang penolakan permohonan pelepasan kawasan hutan atas nama PT WYKI
Hingga pada 28 Maret 2016 Bupati Kotim menyurati lerusahaan terkait surat penolakan itu, yang pada poinnya meminta agar perusahaan memperhatikan serta menindaklanjuti surat tersebut, proses perizinan usaha perkembangan lebih lanjut perusahaan mentaati semua peraturan perundangan yang berlaku dan apabila melanggar maka konsekuensi hukum menjadi tanggung jawab sendiri.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post