Oleh: Nur Rahmawati, S.H ***
Kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan, baru-baru ini digelar mulai tanggal 25 November sampan 10 Desember 2023. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah dan menghapus kekerasan terhadap anak perempuan dan perempuan dewasa. Kampanye ini rutin diadakan setiap tahun oleh dunia, tak terkecuali Indonesia (Tirto.id, 23-11-2023).
Bukan tanpa alasan, moment tahunan tersebut digelar sebagai wujud keprihatinan atas banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan, baik anak maupun dewasa. Tercatat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Sebelumnya, di tahun 2021 berjumlah 21.753 kasus, yang artinya meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya (Dataindonesia.id, 7-2-2023).
Solusi ala Kapitalisme
Menilik fakta tersebut, coba kita perhatikan secara menyeluruh, meningkatnya kekerasan terhadap perempuan justru terjadi tiap tahunnya, padahal telah dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan atau paling tidak menguranginya, seperti kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Tidak berlebihan, upaya tersebut terkesan hanya seremonial belaka karena tanpa langkah nyata, yang akhirnya membawa pada kegagalan. Mengapa hal ini terjadi?
Tidak berlebihan, jika sistem kapitalisme diambil negeri ini untuk menyelesaikan segala problematika kehidupan, maka kesejahteraan dan perlindungan yang diharapkan oleh rakyat tidak akan terealisasi sebagaimana yang diharapkan. Sistem kapitalisme selalu berpatokan pada asas manfaat, apapun yang mengandung nilai manfaat makan akan dijadikan komoditisasi yang diperjual belikan, tak terkecuali perempuan.
Membahas lebih lanjut solusi yang ditawarkan sistem kapitalisme dalam menyelesaikan kasus kekerasan pada perempuan dengan kampanye anti kekerasan, ternyata bukanlah solusi tepat karena faktanya solusi tersebut tidak menyasar kepada akar masalah. Hal ini dipengaruhi oleh cara pandang kapitalis yang berpendapat Perempuan adalah komoditisasi, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya.
Akar masalah dari kekerasan terhadap perempuan adalah sistem yang digunakan dalam menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan saat ini adalah sistem kapitalisme yang dibahas sebelumnya, bahwa perempuan dijadikan komuditas sehingga tak heran perempuan dianggap barang yang dapat diperjualbelikan.
Selanjutnya, perempuan dianggap berharga jika perempuan bisa menghasilkan uang atau manfaat, dari sinilah awal kekerasan itu terjadi dan akan terus terjadi tak berkesudahan. Oleh karenanya diperlukan solusi yang tepat untuk benar-benar menyentuh akar permasalahan tersebut, yaitu dengan mengganti sistem kapitalisme menuju sistem yang berasal dari Illahi Robbi yang merupakan solusi hakiki.
Solusi Hakiki Kekerasan Perempuan
Perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga, begitu berharganya kedudukan perempuan dalam Islam, sehingga menghormati dan menjaganya adalah kewajiban setiap muslim. Sebagaimana sabda Rasulullah Sallahu’alaihi Wassalam:
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada perempuan” (HR. Muslim: 3279).
Hadis tersebut, sungguh menggambarkan begitu luar biasanya Islam memandang perempuan. Bahkan, setelah datangnya Islam, tidak ada lagi pembunuhan anak-anak yang lahir dengan jenis kelamin perempuan, yang sebelumnya di zaman Jahiliyyah pada masa Fir’aun, orang-orang Arab membunuh bayi-bayi yang lahir berjenis kelamin perempuan, sebab dianggap memalukan dan memiliki derajat yang rendah.
Setelah datangnya Islam, perempuan memiliki kedudukan mulia. Perempuan diberi kehormatan, status sosial yang sama, kesalihan, dan perempuan dianggap mampu melahirkan generasi emas peradaban dengan status mulianya sebagai ibu yang mendidik anak-anak mereka. Sehingga, tidak ada kewajiban bagi perempuan untuk mencari nafkah, sebab nafkah mereka dibebankan kepada suami, ayah, saudara laki-laki mereka, maupun wali lainnya.
Inilah fitrah sesungguhnya seorang perempuan, yaitu menjadi ibu yang mendidik generasi umat mulia, disayangi, dinafkahi, dijaga dan dijamin keselamatan mereka, dan ini hanya ada pada Islam. Meskipun Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja, namun keinginan bekerja di sini bukan untuk lifestyle dan soal ekonomi, tapi karena ingin mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya.
Luar biasanya Islam memeberikan aturan tentang perempuan. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang menjadikan kesetaraan gender sebagai tolak ukur untuk menentukan keadilan dan kehormatan perempuan, yang ternyata sama sekali tidak sesuai dengan fitrah perempuan.
Namun, Islam memberikan tolak ukur yang sesuai fitrah yaitu ketakwaannyalah menjadikan perempuan mulia di mata Allah Swt.. Inilah aturan-aturan yg dapat mencegah terjadinya kekerasan dan solusi menyelesaikan persoalan Perempuan hari ini. Bukan hanya sebatas seremonial belaka, tanpa adanya tindakan tegas untuk menghentikan.
(Nur Rahmawati, merupakan raktisi Pendidikan di Kotim)
Discussion about this post