SAMPIT – Petani sawit M Abdul Fatah dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai oleh Ike Liduri, melakukan perambahan hutan. Hal itu dibacakan saat putusan tadi malam, Senin 22 Februari 2021.
Hakim membebaskan Abdul Fatah dari seluruh dakwaan jaksa setelah dihadapkan di persidangan lantaran dianggap menggarap kawasan hutan oleh penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya.
“Mengadili, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan alternatif kesatu dan kedua penuntut umum,” kata hakim dalam amar putusannya, Senin 22 Februari 2021 malam.
Hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan, memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan itu dibacakan, memulihkan hak-hak terdakwa, mengembalikan semua barang bukti dan membebankan biaya kepada negara.
Mendengar putusan bebas itu, pria yang didampingi kuasa hukumnya Rendha Ardiansyah dan rekan itu, langsung sujud syukur dihadapan hakim dan jaksa. Bahkan sang istri yang setia menunggupun terus mengeluarkan air mata, tangisnya meledak setelah hakim menyatakan Abdul Fatah dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah.
Tidak ada unsur kesengajaan, karena ketidaktahuannya jadi salah satu pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit dalam membebaskan M Abdul Fatah.
Hakim menilai unsur sebagaimana dakwaan penuntut umum yang sebelumnya menyatakan terdakwa bersalah dianggap tidak terbukti.
“Terdakwa melakukan kegiatan tersebut tidak ada unsur kesengajaan karena tidak mengetahui itu kawasan hutan,” ucap hakim.
Selain itu kata hakim saksi dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya saat jadi saksi, ditanyakan tidak mengatahui juga kalau areal itu kawasan hutan, baru tahu saat di overlay, dengan dasar peta pada SK.529/Menhut-II/2012.
Akan tetapi SK itu hakim menilai hanya penunjukkan saja sehingga tidak bisa jadi dasar, karena banyak masyarakat tidak mengetahuinya, yang mana dikuatkan juga dari keteragan saksi baik itu warga Desa Ayawan hingga perangkat desa tidak tahu areal itu masuk kawasan hutan.
Sedangkan kata hakim adanya patok PT Kesuma Perkasa Wana yang mengklaim itu masuk dalam areal hutan tanaman industri (HTI) mereka juga terbantahkan oleh keteragan saksi yang menyatakan sebelumnya tidak pernah diberitahu kepada warga atau pihak desa soal areal HTI, adanya patok di sekitar kawasan itu baru dipasang beberapa hari setelah terdakwa diproses hukum oleh penyidik.
Artinya menurut hakim HTI selama itu tidak pernah melakukan sosialisasi kepada warga dan masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya.
Sementara itu terkait tanah itu masuk dalam proses progam Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) artinya menurut hakim itu adalah kawasan hutan namun dari keteragan saksi tidak ada yang bisa menjelaskan terkait TORA itu termasuk terdakwa, sehingga karena ketidaktahuannya itu terdakwa dianggap merusak hutan.
“Karena terdakwa tidak terbukti atas tuntutan tersebut maka terdakwa harus dibebaskan dan dikembalikan hak-haknya,” tegas hakim.
Dalam kasus ini terdakwa dianggap melakukan perambahan hutan di atas lahan 12,3 hektare di Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan.
Jaksa menuntut selama 3 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar subsider 2 bulan penjara, sebelum akhirnya hakim menjatuhkan vonis bebas.
Sementara itu penuntut umum, Arwan Karim Juanda langsung menyatakan akan melakukan upaya hukum kasasi.
“Kita akan melakukan upaya hukum kasasi dan ada wakt selama 14 hari untuk kami menyampaikan memori kasasi tersebut,” kata Arwan.
Sidang lalu terdakwa oleh jaksa Kejari Seruyan, dituntut pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 1,5 miliar, subsider 2 bulan kurungan.
Sementara itu barang bukti Excavator dan kuncinya yang disita penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya dikembalikan kepada pemiliknya M Khusairi. Sementara itu sepokok pohon sawit dirampas untuk dimusnahkan.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 92 Ayat (1) huruf a Jo Pasal 17 Ayat (2) huruf b UU RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dalam kasus ini terdakwa dianggap bersalah melakukan penggarapan hutan, di atas lahan seluas 12,3 hektare di Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan pada Juni 2020 lalu yang dianggap masuk kawasan hutan.
(dia/matakalteng.co.id)
Discussion about this post