NANGA BULIK – Himpunan Mahasiswa (HIMA) Kabupaten Lamandau – Palangka Raya dan Barisan Pertahanan Masyarakat Dayak (Batamad) meminta pemerintah mengusut tuntas polemik dugaan perambahan hutan oleh perusahaan Union Sampoerna Triputra Persada (USTP) Group.
Seperti diketahui, USTP memiliki dua anak perusahaan yakni PT Sumber Mahardhika Graha (SMG) dan PT Graha Cakra Mulya (GCM) yang diduga merambah kawasan hutan.
Berdasarkan Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 6025/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017, di lokasi kedua perusahaan tersebut tampak terdapat lahan berstatus kawasan hutan. Di lokasi PT GCM, terdapat kawasan hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK). Sedangkan di lokasi PT SMG, terdapat kawasan hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK).
Rinciannya, di lokasi PT GCM terdapat HPT seluas 139,38 hektare, HP seluas 12,53 hektare dan HPK seluas 640,11 hektare. Artinya luas kawasan hutan yang diduga dirambah PT GCM USTP Group seluas 792,02 hektare.
Sedangkan di lokasi PT SMG terdapat HP seluas 10,71 hektare dan HPK 763,67 hektare. Artinya luas kawasan hutan yang diduga dirambah PT SMG USTP Group seluas 774,38 hektare.
Berdasarkan rincian tersebut, jumlah keseluruhan kawasan hutan yang diduga dirambah kedua perusahaan dibawah bendera USTP Group itu seluas 1.566,4 hektare.
Ketua HIMA Lamandau-Palangka Raya, Ibo saat dibincangi wartawan mengatakan, benang kusut dugaan perambahan hutan oleh USTP Group tersebut harus segera diurai. Penguasaan sumber daya alam oleh korporasi selayaknya dapat diselesaikan dengan tujuan untuk kemaslahatan masyarakat.
“Harus di usut tuntas, bahkan secara hukum,” ujar Ibo yang juga sebagai mahasiswa Fakultas Hukum di Institut Agama Hindu Negeri – Tampung Penyang (IAHN-TP) Palangka Raya.
Ia membeberkan, secara umum perambahan hutan merupakan persoalan yang krusial. Karena, menjadi cikal bakal terjadinya bencana alam serta konflik lahan. Oleh sebab itu, dia meminta kepada pemerintah termasuk aparat penegak hukum untuk menyelesaikan dugaan perambahan hutan tersebut.
“Mudah-mudahan ada titik terang atas dugaan kasus perambahan hutan ini. Investasi memang harus tetap dijaga, namun harus dijalankan dengan baik, apalagi saya warga desa Penopa yang berdampingan dengan perusahaan USTP Group,” katanya.
Sementara itu, Manajer CDO PT SMG USTP Group, Rahmat Hidayat saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan Messenger beberapa waktu lalu mengatakan tidak mengetahui atas dugaan perambahan hutan tersebut.
Tak hanya HIMA Lamandau-Palangkaraya, dugaan kasus ini memantik Barisan Pertahanan Masyarakat Dayak (Batamad) Kabupaten Lamandau untuk berkomentar.
Hal itu disampaikan oleh Komandan Brigade Batamad Kabupaten Lamandau, Dedi Linando Amann yang turut mengecam tindakan manajemen USTP Group yang memilih bungkam atas kasus dugaan perambahan kawasan hutan tersebut.
“Batamad Kabupaten Lamandau siap turun tangan untuk menelisik dugaan perambahan kawasan hutan itu,” ungkapnya, Jumat 14 Mei 2021.
Dengan bungkamnya manajemen USTP Group, dia pun meyakini bahwa perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu bermasalah. “Jika memang tidak terjadi perambahan tersebut, seharusnya manajemen USTP bisa menjelaskan ke publik,” ujarnya.
Menurutnya, Perambahan hutan merupakan persoalan yang krusial. Karena, menjadi cikal bakal terjadinya bencana alam serta konflik lahan.
“Apalagi, kebanyakan masyarakat dayak berada di desa-desa lingkar USTP Group tersebut. Kami hadir untuk membela kepentingan negara dan masyarakat. Selayaknya juga, USTP betul-betul memperhatikan kesejaheraan masyarakat di desa-desa lingkar perusahaan,” bebernya.
(btg/matakalteng.com)
Discussion about this post