SAMPIR – Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat memberikan dampak yang cukup signifikan bagi sejumlah pelaku usaha khususnya di Kotawaringin Timur (Kotim). Sehingga seorang pengamat sosial dan politik M Gumarang menyarankan perlu adanya normalisasi dan pengendalian kegiatan masyarakat.
“Penanganan Covid-19 perlu kebijakan yang populis dan konstruktif khususnya bagi ekonomi masyarakat, konsep pemikiran saya tersebut untuk membantu memecahkan kebuntuan atau dilematis yang dihadapi pemerintah terhadap penanganan badai Covid-19 yang belum juga mencapai keberhasilan dengan berbagai kebijakan yang diterapkan,” ujar Gumarang, Sabtu 17 Juli 2021.
Dikatakannya, sekarang dengan kebijakan PPKM darurat yang mana merupakan cara terakhir, tapi kalau tak berhasil upayanya sudah habis, terpaksa harus menggali ilmu baru, yaitu perlu kebijakan pemerintah yang lebih populis dan konstruktif bagi ekonomi masyarakat.
“Kebijakan yang saya usulkan yaitu normalisasi dan pengendalian aktivitas masyarakat, artinya semua kegiatan ekonomi, bisnis atau usaha, sosial, keagamaan, pendidikan dan lainnya dan atau semua kegiatan masyarakat yang esensial diberikan kebebasan atau dinormalisasikan kembali dengan tetap patuh terhadap pelaksanaan vaksin dan melaksanakan protokol kesehatan, kemudian melarang atau membatasi kegiatan yang tidak esensial,” tegasnya.
Adapun kegiatan esensial yang dimaksud adalah suatu kebutuhan yang sangat mendasar dan bila tidak dilaksanakan berdampak terhadap stabilitas kehidupan masyarakat secara luas atau masif yang bisa menimbulkan instabilitas negara.
Adapun yang termasuk esensial seperti; kegiatan ekonomi dan bisnis atau usaha dalam arti luas, contoh kantor swasta, pasar tradisional, pabrik, mall, tempat hiburan, hotel dan restoran.
“Kemudian kegiatan ibadah di masjid, gereja, vihara,dan tempat ibadah lainnya. Dan juga pendidikan atau proses belajar dan mengajar secara langsung di sekolah bukan melalui online atau virtual,” bebernya. Selanjutnya transportasi darat, laut, udara dibuka sepenuhnya dan kegiatan lainnya yang dinilai esensial menurut pemerintah.
Sedangkan yang tidak tergolong esensial dalam konsep ini, seperti acara pagelaran musik atau konser musik, study banding atau tugas belajar para eksekutif, legislatif dan yudikatif termasuk TNI, POLRI, acara seremonial, tabliq akbar, kegiatan pawai atau karnaval, pameran, dan lainnya yang dinilai menurut pemerintah tidak esensial, namun yang tidak esensial bisa dilaksanakan melalui virtual, online dan sejenisnya.
“Batasan tersebut dilakukan agar secara jelas dalam situasi badai pandemi Covid-19 ini membangun kesehatan masyarakat di tengah pandemi namun kehidupan sosial ekonomi tetap harus jalan normal dengan kebebasan terkendali, karena ini bukan perang fisik terbuka, ini saya namakan perang mental dan intelegensi (Mental War And Intelligence),” ujarnya.
Menurutnya langkah yang harus diambil pemerintah untuk mendukung semua ini adalah, memerankan dan memfungsikan setiap pihak pemangku kepentingan atau yang sesuai fungsi masing masing untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang menyangkut penanggulangan Covid-19 yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dikeluarkan pemerintah.
“Selain itu, masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) atau yang sesuai fungsinya membangun pos pos pelayanan gratis seperti, di sekolah, pesantren, masjid, islamic center, gereja, wihara, di tempat ibadah lainnya yang memiliki jamaah yang banyak, di kampus, kantor pemerintah, kantor swasta, mall, pasar tradisional, pelayanan kesehatan keliling dan lainnya,” sebutnya.
Dimana pos-pos tersebut menyediakan pelayanan kesehatan gratis Covid-19, diantaranya tes swab antigen, obat obatan, vitamin atau suplemen dan lainya yang dipandang perlu. Pelayanan kesehatan gratis Covid-19 ini juga melayani pasien isolasi mandiri berdasarkan pemangku kepentingan atau yang sesuai fungsi masing-masing.
Setiap pemangku kepentingan atau yang sesuai fungsi masing masing dalam melaksanakan pelayanan kesehatan gratis Covid-19 harus melayani secara aktif bilamana ada anggotanya yang merasa tidak enak badan dan dicurigai tertular Covid-19 langsung di antigen gratis, kalau nyatanya positif dengan gejala ringan dilakukan isolasi mandiri.
Melarang semua bentuk kegiatan yang tidak esensial untuk sementara waktu selama wabah Covid-19 belum reda atau hilang dari indonesia, kecuali melalui virtual, online atau menurut penilaian kebijakan pemerintah.
Pemerintah meniadakan atau menghapus Bansos baik bantuan berupa sembako, uang tunai (BLT), dana stimulus untuk masyarakat yang terkena dampak Covid-19, karena konsekueksi terhadap di normalkanya aktivitas sosial ekonomi dan pengendalian kesehatan melalui pelayanan gratis terhadap Covid-19.
Semua pembiayaan atau pendanaan terhadap konsep program tersebut ditanggung oleh Negara. Adapun lembaga yang berperan utama dalam pelaksanaan program tersebut adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian keuangan dan Satgas Covid19, sedangkan institusi yang lain seperti Kemensos dan lain lain sifatnya hanya membantu, artinya adanya pemangkasan terhadap institusi yang terlalu banyak terlibat berperan selama ini, selain tidak efektif juga pemborosan dan menjadi ladang korupsi besar besaran.
Hal ini berdasarkan melihat hasil setiap kebijakan pemerintah terhadap kebijakan bidang kesehatan, ekonomi dan keuangan yang selama ini tidak memberikan hasil yang signifikan, bahkan pandemi Covid-19 semakin meningkat semakin parah keadaan masyarakat, dan terakumulasinya ketidakpercayaan terhadap pemerintah semakin bertambah, akibat mengeluarkan kebijakan yang dinilai masyarakat tidak populis dan konstruktif khususnya bagi sosial ekonomi masyarakat.
“bahkan rumor yang berkembang di masyarakat bahwa setiap pemerintah mengeluarkan kebijakan baru dinilai hanya ganti judulnya saja, isinya tak jauh beda dengan kebijakan sebelumnya yang menyangkut penanggulan penularan Covid-19, sehingga mengkhawatirkan kepercayaan masyarakat semakin buruk, terorganisir, tersistematis dan masif, dan bisa berakibat terganggunya kelangsungan stabilitas Negara,” tandasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post