SAMPIT – Warga yang terlibat dalam kasus perceraian Kabupaten Kotawaringin (Kotim) hampir mencapai angka seribu yaitu sebanyak 991 kasus pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut didominasi dengan kasus perkara gugatan.
“Dari jumlah tersebut separonya adalah perkara gugatan,” kata Panitera Pangadilan Agama Sampit, Muhammad Ikhwan, Selasa 5 Januari 2020. Dimana dari 991 kasus tersebut 733 adalah kasus perkara gugatan dan 228 adalah kasus permohonan.
Ikhwan menyebutkan tingginya kasus perkara gugatan tersebut disebabkan oleh pertengkaran dalam rumah tangga akibat himpitan ekonomi. “Penyebabnya didominasi karena himpitan ekonomi,” sebutnya. Lanjutnya, mayoritas pasutri yang bercerai adalah pasangan yang masih berusia muda yaitu antara 20 sampai dengan 35 tahun. Dan pihak istri yang lebih dominan melayangkan gugatan cerai.
“Kebanyakan pasutri dengan usia muda, tapi ada juga yang sudah punya cucu,” tambahnya. Terkait kasus perceraian, Kotim merupakan daerah yang memiliki kasus perceraian terbesar di Kalteng. Menurutnya besarnya kasus tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya jumlah penduduk. Selain itu juga, banyak pendatang di Kabupaten yang letaknya strategis ini.
“Pendatang yang datang kesini kerja kemudian nikah dengan orang sini, kemudian pendatang itu balik ke kampung halamannya, istri disini ditinggal dan diceraikan. Itu juga yang membuat Kotim besar kasus perceraiannya,” tuturnya.
Namun kasus perkara perceraian di tahun 2020 menurun dibandingkan tahun 2019. Kasus perkara gugatan yang masuk di Pengadilan Agama Sampit itu ada sebanyak 864 kasus. “Tahun 2019 tinggi karena ada perkara tunggakan sebanyak 107 kasus dari tahun sebelumnya, kita berharap tahun ini yaitu 2021 perkara perceraian di Kotim dapat berkurang,” tutupnya.
(dev/matakalteng.com)
Discussion about this post