TAMIANG LAYANG – Pengadilan Agama Tamiang Layang mencatat faktor ekonomi menjadi penyebab utama perkara cerai gugat di pengadilan tersebut. Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Pengadilan Agama Tamiang Layang, Ahmad Padli, Rabu 10 Juni 2020.
Dirinya menjelaskan, cerai gugat yaitu gugatan yang diajukan oleh istri terhadap suami, sedangkan permohonan yang diajukan suami kepada pengadilan agama untuk memperoleh izin menjatuhkan talak kepada istri disebut cerai talak.
“Dari total 60 perkara yang masuk sejak bulan Januari hingga Mei 2020, 70 persen dari perkara itu adalah cerai gugat serta alasan paling utama adalah faktor ekonomi sehingga menyebabkan istri mengajukan cerai, disusul faktor kedua yaitu sering terjadinya pertengkaran,” ucapnya.
Sedangkan cerai talak, lanjut Ahmad Padli, persentasenya kecil dan biasanya faktor utama suami mengajukan cerai talak karena merasa istri tidak melakukan kewajibannya seperti melayani suami atau mengurus keluarga. Dia juga mengungkapkan bahwa faktor orang ketiga dalam perkara cerai yang tercatat di Pengadilan Agama Tamiang Layang persentasenya sangat kecil.
Sementara Wakil Ketua Pengadilan Agama Tamiang Layang, Samsul Bahri menambahkan, sejak pemberlakuan tatanan kehidupan baru atau New Normal di lingkungan Mahkamah Agung tanggal 5 Juni 2020, Pengadilan Agama Tamiang Layang kembali membuka layanan tatap muka setelah sebelumnya hanya melayani pendaftaran perkara secara elektronik atau e-court.
“Meski sudah normal namun kami membatasi pendaftaran maksimal 10 perkara per hari dan dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Samsul. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penumpukan massa yang melanggar protokol kesehatan atau pencegahan Covid-19.
“Sidang pun diatur supaya tidak membludak, karena itu kami membatasi 3 hingga 5 persidangan perhari,” jelasnya. Lanjutnya, pada ruang tunggu persidangan juga diberlakukan pembatasan fisik atau physical distancing dengan membuat jarak antar tempat duduk. “Semua pengunjung pengadilan agama juga kami mewajibkan cek suhu tubuh, mengenakan masker dan mencuci tangan,” pungkas Samsul.
Sesuai Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jenis-jenis perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama terkait perkawinan yaitu, izin Poligami, pencegahan perkawinan, penolakan perkawinan oleh PPN, pembatalan perkawinan, kelalaian atas kewajiban Suami/isteri, cerai talak, cerai gugat, harta bersama,
Penguasaan anak, nafkah oleh ibu, hak-hak bekas istri, pengesahan anak, pencabutan kekuasaan oleh orangtua, perwalian, pencabutan kekuasaan wali, penunjukan orang lain sebagal wali, ganti rugi terhadap wali, asal-usul anak dan pengangkatan anak, penolakan kawin campur, itshat nikah, izin kawin, dispensasi kawin, wali adhal. Terkait waris yakni wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, ekonomi syariah.
(iwn/matakalteng.com)
Discussion about this post