PALANGKA RAYA – Seorang Direktur PT Mitra Tala, berinisial HF, ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Kalteng, usai melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin.
PT Mitra Tala diketahui beroperasi di Desa Telang Baru, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur (Bartim).
“Kita telah berhasil menangani laporan polisi tentang dugaan tindak pidana di bidang kehutanan dan pelayaran di Kabupaten Bartim,” kata Kanit I Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Kalteng, Kompol Kristanto Situmeang, saat mendampingi Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji dan Wadirkrimsus AKBP Bayu Wicaksoso, pada press release, Rabu, 31 Janauri 2024.
Dijelaskannya, PT Mitra Tala melakukan kegiatan penambangan dan penumpukan batubara di areal kawasan hutan. Bahkan parahnya lagi, PT Mitra Tala tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) sejak Maret 2022 di Desa Kalamus.
“Kemudian terminal khusus milik PT Mitra Tala pun digunakan untuk kepentingan umum sejak November 2022 di Desa Telang Baru,” ucapnya.
Ia mengatakan bahwa penambangan dan penggunaan kawasan hutan yang dilakukan oleh tersangka HF tanpa adanya izin usaha pertambangan.
Diduga tersangka HF menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan perusahaan perorangan yang menggunakan terminal khusus untuk kepentingan umum tanpa memiliki izin dari Menteri sejak Juni sampai dengan November 2023.
“Barang bukti yang kami amankan ialah 1 bundel Akta dan Dokumen Perizinan PT Mitra Tala dan Tumpukan Batubara yang berada di dalam areal kawasan Hutan Produksi atau HPK,” ujarnya.
Tersangka HF akan dikenakan Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 7,5 miliar.
“Serta Pasal 300 Jo. Pasal 105 Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 300 juuta,” pungkasnya.
(rzl/matakalteng)
Discussion about this post