SAMPIT – Pada musim peralihan seperti sekarang ini, cuaca cenderung sulit diprediksi. Khususnya di Kotawaringin Timur (Kotim), cuaca yang panas bisa secara tiba-tiba berubah menjadi mendung dan turun hujan lebat.
Bahkan, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandar Udara H Asan Sampit Musuhanaya mengatakan, yang perlu diwaspadai adalah saat peralihan musim yang biasanya berpotensi hujan lebat secara tiba-tiba seperti pada bulan-bulan ini.
“Berdasarkan data BMKG Kotim, musim hujan sudah dimulai sejak Oktober 2021 hingga April 2022. Sedangkan, masa peralihan musim hujan ke musim kemarau diperkirakan terjadi pada Mei 2022,” kata Musuhanaya, Senin 21 Maret 2022.
Menurutnya, pada bulan Maret dan April ini yang justru perlu diwaspadai, karena pada saat peralihan musim, cuaca sulit diprediksi dan berpotensi terjadi hujan lebat disertai angin kencang yang terjadi secara tiba-tiba.
“Selain itu, curah hujan dengan intensitas tinggi dapat terjadi secara bersamaan mengakibatkan terjadinya potensi angin puting beliung,” paparnya.
Puting beliung adalah angin yang menyentuh tanah karena adanya awan konvektif (awan jenis cumulonimbus) dengan kecepatan putar angin puting beliung lebih dari 60 hingga 90 km/jam dan berlangsung 5-10 menit.
Hal ini dapat terjadi akibat adanya perbedaan tekanan sangat besar dalam area skala sangat lokal yang terjadi di bawah atau sekitar awan cumulonimbus (Cb). “Fenomena angin kencang yang berputar (vortex) umumnya terjadi bersamaan dengan curah hujan yang intensitas tinggi,” jelasnya.
Puting beliung merupakan fenomena meteorologis berskala lokal dan terjadi dalam waktu singkat. Peristiwa puting beliung tidak dapat diprediksi tetapi bisa dikenali dari ciri-cirinya melalui perkembangan awan konvektif di sekitarnya.
Sementara untuk prakiraan terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) diakuinya, kondisi ini berubah-ubah setiap harinya. Yakni titik panas bisa muncul hari ini namun besok tidak muncul tergantung cuaca.
“Salah satu faktor penyebab Karhutla adalah perubahan cuaca atau iklim, berpotensi karhutla atau tidak itu hanya dapat dipantau melalui informasi titik panas atau hotspot dari satelit yang bersumber dari Lapan fire hotspot,” tandasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post