SAMPIT – Para musisi Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang tergabung dalam Republik Musisi Sampit (Remusa) keluhkan adanya musisi yang memasang tarif di bawah standar. Bahkan, dalam waktu dekat ini akan dilakukan rapat bersama untuk menyesuaikan tarif agar para musisi dapat dihargai dengan pantas.
“Hampir dua tahun kami (musisi) vakum akibat pandemi Covid-19. Saat sudah melandai, dan pemerintah memperbolehkan adanya kegiatan musik yang harus tetap menggunakan protokol kesehatan, tawaran untuk mengisi hiburan kembali berdatangan, namun harga tidak sesuai. Jika tidak diambil, calon customer akan mencari musisi lain yang jauh lebih murah. Ada saja musisi yang mau dibayar murah. Inilah yang sering membuat dilemma,” kata salah seorang musisi, Ade Amithan.
Pria yang sudah meluncurkan single perdana nya ini meminta agar semua musisi menyamakan pendapat dan menyesuaikan tarif. Terlebih saat tampil, para musisi membawa alat masing-masing yang tentunya harga untuk perawatan terbilang tinggi. Selain itu, dikatakan pula jika ada musisi yang bermusik bukan sekedar hobi, melainkan profesi (mencari nafkah). “Para calon customer harus memaklumi ini, terlebih ditahun depan banyak perlengkapan maupun peralatan musik mengalami kenaikan harga. Dan juga saya minta kawan-kawan musisi dapat menyatukan pendapat, agar industri musik di Sampit juga berkembang pesat,” tukasnya.
Hal senada juga disampaikan Uly Seehan. Pria berusia 32 tahun ini mengeluhkan tarif yang semakin menurun, sementara beberapa tahun terakhir ini alat musik terus mengalami kenaikan harga. “Alat musik seperti gitar, bass, dan lainnya kini harganya mahal. Tak hanya itu, belum lagi perawatan, untuk menjaga kualitas alat. Perawatan itu tentunya memakan biaya yang terbilang lumayan. Kami berharap kepada para customer bisa lebih mengerti dan menghargai karya musisi Sampit. Mari kita saling bahu-membahu memperbaiki perekonomian di kabupaten yang kita cintai ini,” ucap gitaris handal di Bumi Habaring Hurung ini.
(Dia/matakalteng.com)
Discussion about this post