SAMPIT – Pesta demokrasi Pemilihan Presiden Republik Indonesia dijadwalkan pada tahun 2024. Namun sahwat politik bagi peminat calon presiden merupakan waktu yang relatif singkat dalam mempersiapkan diri, khusus dalam membangun dan meningkatkan elektibilitas di masyarakat.
Para calon sudah mulai berupaya mencuri start dalam segala kesempatan atau berupaya mencuri perhatian publik, khususnya yang memiliki jabatan, baik di eksekutif maupun di legislatif. Mereka berupaya memperlihatkan kinerjanya masing-masing sebagai nilai jual yang efektif ke publik.
Pengamat Sosial dan Politik M Gumarang mengatakan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang merupakan partai pemenang pemilu lalu atau partai Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), memiliki pengaruh besar sebagai kompetitor kuat dalam persaingan pengusung calon Presiden 2024 dengan partai lainnya.
“Karena untuk memenuhi syarat Presiden threshold 20% tidak sulit bagi PDIP karena yang menjadi acuan adalah suara Pemilu tahun 2019, dimana pada Pemilu tersebut PDIP meraih 19,33% atau sebagai pemenang Pemilu 2019,” kata Gumarang, 27 Oktober 2021.
Wajar ujarnya, PDIP merasa lebih percaya diri dalam hal kesiapan maupun kenyakinan untuk menang, karena partai lain nanti disibukan kesulitan dengan tarik menarik mencari pasangan koalisi untuk memenuhi syarat Presiden threshold 20%, karena semua partai selain PDIP perolehan suara Pemilu 2024 dibawah 13%.
“Inilah merupakan hal yg menguntungkan bagi partai besar apa lagi sebagai partai pemenang pada pemilu sebelumnya 2019 yang hampir mencapai 20% perolehan suara yg dicapai PDIP, karena itu partai partai besar sepakat PILPRES 2024 serentak dengan Pemilu Legeslatif, sehingga mengunci calon-calon dari partai kecil tidak bisa mengajukan calon,” ujarnya.
Begitu besarnya medan magnet politik PDIP di Pilpres 2024 lanjut Gumarang, menimbulkan polemik di internal PDIP sendiri yang rawan membawa perpecahan, yaitu adanya gerakan kuat arus bawah menginginkan Capres PDIP 2024 adalah Ganjar Pranowo, sedangkan isu yang berkembang di tubuh elit PDIP bahwa anak Ketua Umum Megawati yaitu Puan Maharani dikatakan calon kuat yang akan dipasangkan dengan Prabowo Subianto.
“Namun yang jadi pertanyaan maukah PDIP Puan Maharani jadi orang nomor 2 atau Wakil Prabowo Subianto dan/atau harus mencari pasangan lain yang bisa dijadikan Wakil Puan Maharani, ini juga merupakan nantinya permasalahan atau sisi kelemahan PDIP karena figur Puan Maharani dinilai masih ketergantungan mesin partai,” tegasnya.
Oleh karena itu keraguan tersebut menurutnya, wajar Puan Maharani hanya di posisikan orang nomor dua saja, bahkan mengutip dari istilah elit PDIP Bambang Wuryanto apapun makanannya minumannya teh sosro, dalam hal ini Puan Maharani di ibaratkannya teh sosro atau calon Wapres namun nampak pernyataan tersebut bermuatan dinamis.
Tapi bagaimanapun PDIP kalkulasi politiknya Prabowo Subianto memiliki infrastruktur politik yg kuat dengan Partai GERINDRA hasil besukanya, dan juga kemampuan infrastruktur lainnya, seperti financial, militer, dan pengalaman politik.
Sedangkan dukungan terhadap Ganjar Pranowo semakin hangat bahkan Ketua DPD PDIP Provinsi Jawa tengah Bambang Wuryanto meledek proses dukungan yg ia ibaratkan dukungan CELENG (babi hutan), karena dianggap keluar dari barisan Banteng, hal tersebut ditujukan kepada Albertus Sumbogo ketua DPC PDIP Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa tengah sebagai pihak yg memberi dukungan terhadap Ganjar Pranowo, bahkan deklarasi dukungan terhadap Ganjar Pranowo semakin bermunculan termasuk dukungan dari tim sukses mania Jokowi.
Rencana pusat deklarasi dukungan terhadap Ganjar Pranowo akan dilaksanakan di Jawa timur oleh tim pendukungnya, kalo ini nantinya sukses jelas akan mudah merambah ke daerah lain di luar pulau jawa dan ini merupakan ancaman serius perpecahan PDIP, dan bisa menjadikan Ganjar Pranowo memiliki nilai tawar besar di luar PDIP, apa lagi dipengaruhi oleh bekas tim sukses Jokowi mendukung Ganjar Pranowo suatu hal yg tidak bisa di anggap enteng oleh PDIP.
“Bagaimana melihat kekuatan diluar PDIP yang semakin mengkristal, yaitu kekuatan yang identik dengan kekuatan Islam yang melekat pada figur Anies Baswedan yang tak mungkin bisa menyatu dengan PDIP karena saling berseberangan sejak lama, sebagamana seperti hubungan Megawati dengan Susilo Bambang Yudoyono Partai Demokrat, namun disisi lain pigur Anies Baswedan hanya kuat di Partai Keadilan Sejahtera (PKS),” sebutnya.
Di Partai Islam lainnya kata dia, sangat meragukan, karena figur Anies Baswedan kuat diarus bawah kelompok Islam, sedang elit partai Islam selain PKS sangat diragukan dukungannya artinya tidak linear dengan arus bawah, karena elit partai lebih berpikir pragmatis dan ego elit.
Sedang Partai Demokrat mungkin saja bisa menjalin hubungan dengan Anies Baswedan namun akan ada hal delematis karena Partai Demokrat sudah menggadang gadang figur Agus Harimurti Yodoyono (AHY) sebagai calon dari Partai Demokrat sehingga menyangkut siapa Capres dan siapa cawapres.
“Politik Anies Baswedan untuk sementara ini lebih bertumpu pada respon masyarakat terhadap figur Anies Baswedan serta kekuatan relawan dalam strategi menjual figur Anies Baswedan kepada masyarakat untuk meningkatkan elektabilitas melaluj gerakan relawan lebih dini, bahkan relawan Anies tersebut sudah melakukan deklarasi Anies Capres 2024,” ujar Gumarang.
Dikatakannya, hal yang dilakukan relawan Anies dapat dipahami karena Anies tidak memiliki partai,seperti Prabowo Subianto dan Puan Maharani. Bahkan Anies tahun 2022 kehilangan panggung, karena habis jabatannya sebagai Gubenur DKI jelas akan melemahkan kekuatan Anies di publik.
Oleh karena itu wajar Anies melakukan menuver politik membangun dan mengembang dukungan kekuatan publik, melalui peran dan fungsi relawan dan ke figuran Anies hal ini tak lepas perannya media ikut menentukan, sehingga gerakan tersebut bisa menjadi masif dan tersistimatis, bahkan bisa menimbulkan politik people power.
Sedangkan capres partai lain hampir diyakini kurang mempunyai peluang karena lemahnya nilai tawar di Parpol (infrastruktur politik) dan lemahnya elektibilitas sampai saat ini. Karena ketiga nama besar yg elektabilitas saling bersaing di puncak papan atas dari hasil berberapa lembaga survei yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo.
Sedangkan Puan Maharani jauh nilai elektabilitas dari ke tiga besar calon kuat tersebut, namun yang menimbulkan Puan Maharani menjadi calon kuat karena putri Mahkota Megawati Ketua Umum PDIP, sedangkan Megawati sebagai pemegang Mandat PDIP untuk menentukan Capres dan cawapres 2024, jelas Puan Maharani memiliki peluang yang absolut capres atau cawapres PDIP 2024, tentu dengan mengabaikan hasil elektabilitas atau melalui pendekatan kekuatan mesin partai dan ditambah kekuatan dari pasangan Puan Maharani.
“Sekarang kalau Prabowo Subianto berpasangan dengan Puan Maharani, maka dapat dipastikan Ganjar Pranowo akan tereliminasi sebagai capres ataupun cawapres dari PDIP, namun kalo arus bawah PDIP maupun masyarakat umum semakin kuat memberikan dukungan pada Ganjar Pranowo sehingga elektabiltas semakin naik, jelas akan menjadi rebutan partai diluar PDIP seperti Pilpres dimasa pencalon SBY yang menggaet wakilnya dari elit tokoh partai Golkar yaitu Jusuf Kala (JK) dan mereka sukses menang telak pada saat itu,” kata Gumarang.
Bagaimana pula lanjutnya, dengan figur Anies Baswedan calon kuat yang identik dengan kekuatan kelompok Islam yg memiliki suara pemilih mayoritas yaitu 80% lebih, mampukah Partai Islam memberikan karpet merah untuk Anies Baswedan, ini permasalahan yg akan dihadapi Anies Baswedan karena kemaun arus bawah tidak linear dengan elit politik partai Islam diluar PKS.
Karena Partai Islam selain PKS lebih berpikir pragmatis dan ego saling menjatuhkan, tidak ada kesamaan membangun figur pemimpin muslim khususnya dari partai Islam, sehingga Partai Islam menjadi obyek pelengkap kekuatan partai lain dalam pemerintahan khusus partai berbasis Nasionalis yang selalu jadi pemenang dalam Pemilu selama ini.
Nasib Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 menurut Gumarang sangat ditentukan oleh Partai Islam dan termasuk Partai Demokrat, karena partai lain hampir tidak ada chemistry politik ini harus menjadi pekerjaan rumah atau perhatian khususnya bagi elit Partai islam.
“Karena kalau tidak partai Islam hanya menjadi obyek pelengkap bagi partai pemenang yg selalu dimenangkan oleh partai berazas nasionalis, dan Partai Islam di ibaratkan pasukan besar namun tak punya garis komando yg jelas, sehingga mudah tercerai berai dalam pertempuran,” ujarnya.
Tapi sebutnya, bila mana elit Partai Islam melakukan rekonsiliasi, konsolidasi Nasional dan pengkaderan bersama untuk kepemimpinan Nasional maka saya yakin akan keluar sebagai pemenang, kalau tidak nasibnya tak jauh dengan masa masa lalu dan sekarang ini.
“Kalau Prabowo jelas akan lebih mulus dalam proses pencalonan baik berpasangan dengan Puan Maharani maupun dengan siapapun saja karena memiliki infrastruktur politik yg siap dan sangat mendukung, dalam pertandingan saya ibaratkan Prabowo Subianto dan Puan Maharani dalam posisi standby, namun untuk meraih kemenangan sangat berat mengahadapi Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo kalau ke dua tokoh ini mereka berhasil mendapatkan perahu atau tiket mengikuti Pilpres 2024 nanti,” pungkasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post