NANGA BULIK – Konflik panjang yang terjadi antara warga Desa Sekoban Kecamatan Lamandau Kabupaten Lamandau dengan perusahaan perkebunan PT First Lamandau Timber International (PT FLTI) akhirnya menemui titik temu.
Berdasarkan berita acara pertemuan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak serta diketahui Bupati Lamandau di Kantor Bupati Lamandau pada Rabu 16 Maret 2022 lalu, sejumlah poin kesepakatan telah tercapai.
Ketua Tim Koordinator Desa Sekoban, Artia Nanti mengatakan, hasil dari pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah poin kesepakatan, diantaranya yakni masyarakat Desa Sekoban dan PT First Lamandau Timber International (FLTI) sepakat akan membangun kebun plasma dengan lahan yang disepakati oleh masyarakat Desa Sekoban dan akan dilakukan ganti rugi lahan oleh PT FLTI yang menjadi beban hutang plasma di Areal Penggunaan Lain (APL).
“Yang kedua, pada lahan yang diusulkan masyarakat Desa Sekoban di kawasan HPK dapat dilakukan kegiatan kerjasama kemitraan dan pembukaan lahan setelah adanya pengukuhan kawasan hutan atas perubahan fungsi Kawasan menjadi APL dan Kementerian LHK,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, perolehan calon lahan plasma akan menjadi milik seluruh masyarakat Desa Sekoban setelah dilakukan ganti rugi lahan oleh PT FLTI dan hasilnya di kemudian hari akan dibagikan melalui koperasi kepada seluruh Kepala Keluarga di Desa Sekoban.
“Dalam hal kompensasi calon lahan plasma agar Pemerintah Desa Sekoban, PT FLTI, masyarakat Sekoban saling bekerjasama dan bernaung dalam badan hukum koperasi, sebagai bentuk komitmen, PT FLTI akan memberikan program CSR kepada masyarakat Desa Sekoban sebesar Rp. 100 juta untuk tahun 2022,” sebutnya.
Poin selanjutnya, beber Artia, PT. FLTI akan mencabut laporan/pengaduan kepada POLRES Lamandau terkait pengancaman oleh TEDY dan pendudukan lahan yang dilakukan oleh warga Desa Sekoban.
“Masyarakat Adat Sekoban membuka Ritual Adat Lompang Begawar di lahan seluas 117 Ha pada hari Jumat tanggal 18 Maret 2022 dan biaya kegiatan dibantu oleh PT FLTI senilai Rp 10 juta,” ujarnya.
Kemudian, PT FLTI bersedia untuk mengikuti proses Sidang Adat di Desa Sekoban atau di Kedemangan Kec. Lamandau sesuai dengan Diktat Hukum Adat Kabupaten Lamandau sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal dan menolak tuntutan adat dari pihak manapun/ormas yang tidak berkepentingan dalam hal permintaan plasma di Desa Sekoban.
“Setelah Berita Acara ditandatangani dan disepakati, dengan ini masyarakat Sekoban tidak akan menuntut, menduduki dan menutup operasional kebun PT FLTI, dan perusahaan akan memberikan kompensasi sebesar Rp 75 jut perbulan selama 3 bulan,” kata Artia Nanti.
Diketahui, berita kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Kades Sekoban, Udara, dan Ketua Tim Koordinasi, Artia Nanti, serta pihak perusahaan PT FLTI yang diwakili oleh Estate Manager, James Tamba, dan Bidang CSR, Suryaman Panggabean.
(Btg/matakalteng.com)
Discussion about this post