SAMPIT – Jajaran DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menilai, salah satu penyebab sengketa areal perkebunan selama ini, karena adanya aktivitas penggarapan lahan di luar perizinan.
“Bisa juga karena ada perluasan lahan dari pihak pengusaha. Selain itu mengenai penerapan kewajiban, baik itu plasma maupun CSR yang tidak dilaksanakan dengan baik,”kata Anggota Komisi I DPRD Kotim, M Abadi, Senin 13 November 2023.
Lanjutnya, pemerintah melalui instansi terkait seharunya mengawasi dengan ketat berkaitan dengan kegiatan pembabatan areal
hutan.
“Perizinan yang diterbitkan itu harus sesuai sehingga tidak membuat hutan dan kawasan kawasan ekosistem lainnya punah. Karena pembukaanlahan terus menerus membuat kawasan hutan menyusut,”tegasnya.
Berdasarkan peta 2529, kawasan hutan di Kotim tercatat sebesar 70 persen. Namun, karena untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, sisanya tinggal 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas Kotim. Artinya, mengacu aturan, sisa luasan hutan di Kotim berada pada batas minimum.
“Luas hutan di Kotim terancam berkurang jika tidak dilakukan pemeliharaan dan pengawasan ketat. Idealnya, kawasan hutan yang tersisa minimal 40 persen, sedangkan 60 persennya digunakan untuk kawasan investasi kehutanan dan perkebunan, termasuk permukiman,” pungkasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post