SAMPIT – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Hairis Salamad mengatakan bahwa persoalan antara perusahaan dengan masyarakat di Kotim ini tidak akan selesai jika pemerintah daerah selalu diam.
Selama ini yang dibahas ketika ada permasalahan antara perusahaan dan masyarakat setempat hanya perosalan perijinannya. Sedangkan persoalan sebelum ijin diterbitkan tidak dibahas.
“Sebelum Hak Guna Usaha (HGU) itu keluar ada kewajiban perusahaan dan koperasi yang tidak masuk pembahasan. Seperti persoalan PT Bumi Sawit Kencana (BSK) dan warga Desa Sumber Makmur, apakah areal PT BSK dulunya dari hak pemanfaatan hutan (HPH) atau hak pemanfaatan kayu (HPK)?,” ujar Hairis, Senin 15 Februari 2021.
Lalu ujarnya, lahan transmigrasi yang katanya masuk izin pembukaan lahan apakah juga masuk HPH atau HPK.
“Selama ini pemerintah tidur, tidak melihat kerugian negara khususnya untuk daerah. Inilah kemiskinan Kotim, kita hanya berkutat membahas perizinan sedangkan sebelum terbitnya izin itu tidak dibahas. Apakah pemerintah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu,” tegasnya.
Dikatakannya, sekitar 11.471 hektare lahan PT BSK, dimana satu kubiknya Rp 30 ribu. Kalikan saja, berapa total perusahaan harus membayar sebelum HGU diterbitkan.
“Saya bicara tidak hanya untuk PT BSK namun seluruh perusahaan yang ada di Kotim beserta koperasinya. Karena tidak mungkin perusahaan itu ada langsung, sebelumnya pasti kawasan hutan,” tutupnya.
(dia/matakalteng.co.id)
Reproduction and distribution of https://www.matakalteng.com/?p=37742 content to other sites is prohibited without permission.
More information, please contact us.
Discussion about this post