NANGA BULIK – Warga dua desa di Kecamatan Lamandau Kabupaten Lamandau, yakni Suja dan Bakonsu mengeluhkan pengelolaan kebun kelapa sawit dengan luasan ratusan hektare oleh pihak ketiga yang dinilai tidak memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Diketahui, sejak Agustus 2020 lalu tiga desa di Kabupaten Lamandau, meliputi Desa Suja dan Desa Bakonsu (Kecamatan Lamandau) serta Desa Tamiang (Kecamatan Bulik) mendapat limpahan lahan berupa perkebunan kelapa sawit produktif dari PT Pilar Wanapersada sesuai akta perdamaian putusan Pengadilan Negeri Nanga Bulik nomor 1/Pdt/G/LH/2020/PN Ngb dan surat nomor 0217/PWP-LGL-JKT/VI/2020.
Atas dasar itu, tiga desa masing-masing mendapat lahan kebun kelapa sawit produktif dengan rincian Desa Tamiang seluas 100 hektare, Desa Bakonsu 100 hektare dan Desa Suja seluas 125 hektare. Beberapa bulan setelah diserahkan ke Pemdes. Kemudian, mdes Desa Suja dan Bakonsu memilih untuk menunjuk pihak ketiga yakni Koperasi Sekobat Jaya Mandiri. Sedangkan pemdes Tamiang memilih untuk mengelola sendiri dengan membentuk tim pengelola kebun desa
“Selama kurang lebih 2 tahun, pengelolaan kebun kelapa sawit dari PT Pilar (PT Pilar Wanapersada) itu rasanya tidak ada manfaatnya, baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung,” ungkap Wandi Saputra, salah seorang warga Desa Suja saat dibincangi, Sabtu 3 September 2022.
Lanjutnya, bahwa masyarakat desa tidak mendapat manfaat yang maksimal atas adanya kebun tersebut, baik berupa insentif seperti SHP (Sisa Hasil Produksi), warga tidak mendapat peluang pekerjaan, maupun dalam bentuk manfaat lain seperti pembangunan fasilitas umum di desa. “Jangankan insentif, jadi buruh di sana saja tidak dilibatkan. Kalau misal kebun itu ada manfaatnya, hingga saat ini sudah jadi apa?, kan tidak jelas,” ujarnya.
Wandi juga mempertanyakan bentuk kerja sama antara pemerintah desa dengan pihak ketiga yang mengelola kebun tersebut. Menurutnya, Pemdes seharusnya dapat menjelaskan ke masyarakat secara transparan. “Model kerjasamanya seperti apa?, bagi hasilnya antara pengelola dengan pemdes itu berapa-berapa?, sudah jadi apa? laporannya mana?. Selama ini tidak ada kejelasannya,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh warga Desa Bakonsu berinisial J (35) yang mengaku heran, pengelolaan kebun di Desa Suja dan Bakonsu tidak seperti di tempat lain yang juga sama-sama menerima limpahan kebun perusahaan.
“Desa lain yang mengelola kebun dengan status yang sama itu sudah sangat nampak hasilnya, masyarakat setempat dilibatkan, listrik masyarakat gratis, punya alat berat, ambulan, mobil operasional, perbaikan fasilitas umum desa terus dilakukan, bahkan berbagai bentuk bantuan sosial kemasyarakatan juga ada,” ungkapnya.
Dirinya berharap agar pemdes melakukan evaluasi dan memberikan penjelasan ke masyarakat, sehingga tidak timbul kesan bahwa kebun desa hanya dimanfaatkan dan dinikmati segelintir orang. “Kita masyarakat ini kan bingung, ada kebun produktif dengan luasan ratusan hektare tapi sudah bertahun-tahun ini tidak jelas hasil dan manfaatnya,” cetus dia.
Sementara saat dikonfirmasi, Kepala Desa (Kades) Suja, Sandang, mengaku bahwa sudah dua tahun lebih pengelolaan kebun desa dikelola sepenuhnya oleh pihak ketiga dengan sistem persentase atau bagi hasil antara pengelola, penggugat dan pemdes.
Sandang tidak banyak memberi penjelasan lebih jauh menyikapi adanya keluhan masyarakat perihal pengelolaan kebun desa itu. “Nah lebih jauhnya, harus dilakukan evaluasi, tentu hal itu juga akan kami koordinasikan kepada pihak pengelola dan pihak terkait lainnya,” ucapnya, Sabtu 3 September 2022. Terpisah, Kades Bakonsu, Pance, saat dikonfirmasi juga tidak memberi penjelasan rinci perihal pengelolaan kebun desa itu.
Dia hanya menyebut jika hasil dari pengelolaan kebun oleh pihak ketiga di Desa Bakonsu, hingga saat ini dialokasikan hanya untuk membayar angsuran mobil ambulan desa yang dibeli tahun 2021 lalu, tanpa merinci berapa hasil yang didapat pemdes dari kebun desa itu untuk setiap bulannya. “Pendapatan dari bagi hasil pengelolaan kebun desa) sejauh ini semuanya dialokasikan untuk membayar (angsuran) ambulan desa,” sebutnya.
(btg/matakalteng.com)
Discussion about this post