SAMPIT – Pemerintah Kecamatan Mentawa Baru (MBK), Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mulai membahas hukum adat untuk pelaku yang membuang sampah sembarangan. Ini upaya pihaknya dalam menyadarkan mereka yang belum sadar akan kebersihan dan menciptakan Kota Sampit bersih, aman, nyaman dan sehat.
“Kami hari ini bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) dan Damang dan lainnya membahas rencana penerapan sanksi adat untuk pelaku yang membuang sampah di wilayah Kecamatan MBK,” kata Camat MBK, Eddy Hidayat Setiadi, Kamis 28 Juli 2022.
Lanjutnya, mereka yang hadir pada rapat tersebut melakukan voting dan setuju untuk pelaksanaan hukum adat itu. Pentingnya diterapkan hukum adat ini karena masih banyak masyarakat yang tidak sadar akan kebersihan di wilayahnya. Apalagi Kecamatan MBK notabenenya berada di Kota Sampit dan jumlah penduduk juga paling banyak
“Otomatis menghasilkan sampah paling banyak. Kita lihat faktanya banyak sampah yang dibuang di tepi jalan. Melihat hal itu, akhirnya tokoh masyarakat membuat ide untuk sanksi adat ini,” tuturnya. Lanjutnya, setelah rapat ini Damang beserta jajarannya akan menyusun teknisnya terkait hukum adat tentunya dengan petunjuk DAD Kotim.
Setelah itu dirapatkan kembali dan kalau sudah sepakat baru disosialisasikan selama dua sampai tiga bulan. Selama sosialisasi, jika ada yang tertangkap tangan membuang sampah sembarangan masih diberi teguran. Tapi kalau sudah lewat masa sosialisasi baru diterapkan sanksi adat.
“Sanksi itu tergantung dengan pelanggaran yang dibuat. Kalau banyak ya berat kalau sedikit ya ringan. Itu teknisnya akan dibahas oleh damang. Hukum adat diterapkan, kami tentunya juga akan menambah fasilitas untuk tempat membuang sampah,” ucapnya.
Sementara Damang Adat MBK M. Fitriansyah mengungkapkan sanksi yang akan diberikan lebih mengacu pada edukasi. Karena hukum adat ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat.
“Kami ingin Sampit ini bersih mewujudkan keinginan pemerintah Sampit sebagai kota wisata,” ungkapnya. Namun ada juga rencana menerapkan pasal 96 yang bunyinya tidak ada bentuk jumlah sanksi yang diterapkan tapi yang ada keputusan damang dan mantir.
Diataur dalam pasal lembaga adat ini minimal 5 katiramu, maksimal 400 katiramu. Dimana dalam satu katiramu itu Rp 250 ribu. “Tapi itu akan mempertimbangkan kondisi disesuaikan juga. Kalau perusahaan yang membuang itu pasti besar sanksinya, tapi kalau masyarakat ya disesuaikan,” tutupnya.
(dev/matakalteng.com)
Discussion about this post