PALANGKA RAYA – Menyikapi rilis yang dikeluarkan Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Seksi Wilayah I Palangka Raya, perihal Berkas penyidikan tersangka korporasi PT. Berkala Maju Bersama (PT BMB) dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Dalam keterangan resminya pada Rabu, 3 April 2024, kuasa hukum PT BMB, Raden Liani Afrianty mengatakan, pernyataan Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya perihal Berkas penyidikan tersangka korporasi PT. BMB yang telah dinyatakan lengkap (P-21), merupakan tindakan yang tidak cermat.
Pasalnya, penetapan tersangka dan berkas Perkara yang telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi terkesan terburu-buru. Hal ini didasari kepanikan pihak Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, akibat langkah hukum permohonan praperadilan yang dimohonkan oleh Tim Penasihat Hukum PT. BMB di Pengadilan Negeri Palangka Raya.
“Hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAPid Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, Jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015,” katanya.
Liani menegaskan, adanya Kontradiksi atas penetapan tersangka terhadap PT. BMB. Sebab, fakta persidangan praperadilan pada Senin, 1 April 2024, pihak Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya tidak memenuhi panggilan sidang yang telah dipanggil secara sah.
Akan tetapi pihak Gakkum hanya menyampaikan surat permohonan penundaan sidang dengan alasan tim kuasa hukum Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum KLHK wilayah Kalimantan sedang menangani perkara lain dan sedang melakukan pengumpulan alat bukti yang diperlukan dalam pemeriksaan sidang.
“Ini memperlihatkan ketidaksiapan pihak Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya dalam menghadapi sidang praperadilan,“ ujar Raden Liani.
Sementara itu, PT BMB juga membantah pernyataan pihak Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya, bahwa terjadi pencemaran lingkungan, di sungai Masien, Desa Belawan Mulya, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, yang mengakibatkan ikan mati, karena PT BMB membuang limbah janjang Kosong (Jangkos), Cangkang (shell), serta air limbah dibuang ke dalam kolam yang tidak kedap sehingga air limbah dari kolam penampungan air limbah mengalir ke sungai Masien.
Faktanya, tuduhan tersebut tidak pernah ditemukan dan ditunjukkan oleh pihak Gakkum ketika Tim Penyidik memeriksa di wilayah Pabrik PT. BMB.
“Kami meyakini, matinya ikan di sungai Masien, bukan karena pencemaran dari PT BMB. Pasalnya dalam dua kali pengecekan oleh tim PT BMB, dengan berjalan ke hulu sungai Masien, sejauh dua kilometer, di sepanjang sungai mengarah ke bagian hulu, banyak ditemukan ikan mati, sehingga kami pastikan, ikan yang ditemukan mati bukan karena pencemaran dari PT BMB “ tegas Liani.
“Logika sederhana dan dipastikan kebenarannya, air pasti mengalir dari hulu ke hilir, dengan banyaknya ikan mati arah bagian Hulu sungai Masien , yang berjarak dua kilometer dari PMKS milik PT BMB, berarti tercemarnya air di Sungai Masien mulai terjadi dari bagian Hulu, dan tidak ada kaitannya dengan PMKS PT BMB,” sambungnya.
Liani menegaskan, jika limbah PT BMB, tidak pernah merembes ke sungai Masien, oleh karena PMKS PT BMB memiliki kolam limbah sendiri untuk limbah yang dihasilkan atas produksi minyak kelapa sawit. Hal tersebut telah disampaikan secara resmi kepada pengadu dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gunung Mas secara tertulis.
Ironisnya, saat melakukan penggeledahan, tim Penyidik Gakkum tidak menunjukkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat atau menunjukan surat tugas tentang perintah tertulis untuk melakukan penggeledahan di areal pabrik PT. BMB.
“Terkait cara tim Penyidik dari Gakkum memperoleh bukti dugaan tindak pidana pencemaran lingkungan hidup oleh PT. BMB, diduga tidak sah dan bertentangan dengan aturan hukum, sebagaimana Hukum Acara Pidana Pasal 38 tentang penggeledahan,” tuturnya.
“Karena pada waktu Penyidik Gakkum mengambil sampel sebagai bahan keterangan yang kemudian dijadikan alat bukti, tidak pernah membuat berita acara terhadap kegiatan tersebut, termasuk tidak pernah membuat berita acara persetujuan dari PT. BMB dalam rangka pengambilan bukti-bukti, terlebih lagi PT. BMB tidak pernah menerima SPDP terhadap perkara tersebut” sambungnya.
Untuk itu PT BMB melalui kuasa hukumnya, Liani, dengan tegas menolak keras tuduhan pencemaran lingkungan hidup oleh PT BMB , karena tuduhan tersebut, diduga keras hanya untuk menutupi kesalahan dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut terkesan memaksakan penetapan tersangka terhadap PT. BMB, sebagaimana tuduhan pelanggaran terhadap Pasal 98 Ayat 1 jo. Pasal 104 jo. Pasal 116 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebagai informasi, PT. BMB merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit yang mempunyai program kemitraan dengan petani dengan model bisnis saling menguntungkan. Pada tahun 2018 pabrik minyak kelapa sawit pertama PT. BMB, yang berada di Kabupaten Gunung Mas diresmikan.
Sebagai bentuk rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat. PT BMB mempunyai itikad yang baik untuk ikut menaikan taraf hidup masyarakat yang tinggal di sekitar area perkebunan melalui berbagai program yang dituangkan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR), di antaranya melakukan pembinaan terhadap petani sawit, melalui program plasma dan kemitraan.
(rzl/matakalteng)
Discussion about this post