SAMPIT – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Betang Hagantang Kalimantan Tengah (Kalteng) melaporkan PT Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP) Group Kuala Lumpur Kepong (KLK) kepada Kepolisian Resort (Polres) Kotawaringin Timur (Kotim) atas dugaan penyalahan aturan.
Ketua Umum LSM Betang Hagantang Kalteng, Karliansyah mengatakan, pihaknya melaporkan perusahaan tersebut atas pelanggaran hukum ini bertujuan untuk mengangkat harkat martabat dan Hukum Adat Dayak Kalteng. “Mereka ini diduga tidak memiliki ijin sama sekali semenjak beroperasi dari tahun 2008 lalu, kami menduga hal ini dibiarkan oleh oknum-oknum aparat dan pemerintah sehingga ujungnya menyengsarakan masyarakat,” katanya, Senin 17 Januari 2022.
Dirinya mengingatkan, Bupati Kotim beserta jajarannya telah meminta suara masyarakat saat pemilihan begitu juga dengan DPRD sebagai perwakilan rakyat dan aparat yang dibayar dengan yang rakyat, sudah seharusnya menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan jangan membuat masyarakat kehilangan kesabarannya. “Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan dan investor yang berinvestasi di Kalteng, jangan macam-macam. Kami sudah mengantongi data-data perusahaan yang ilegal, jangan sampai ini merusak keamanan di Kalteng,” tegasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, PT MJSP yang berada di Desa Ramban, Kecamatan Mentaya Hilir Utara dengan luas kebun sawit tertanam 2208 Hektar diduga kuat melanggar sejumlah aturan salah satunya pendaratan alat berat tanpa izin di kawasan hutan. Selain itu juga melakukan perambahan hutan tanpa izin di kawasan hutan, tidak ada izin amdal dalam pengelolaan lahan kebun sehingga terjadi kerusakan yang sangat fatal terhadap hutan, lingkungan hidup dan ekosistem setempat, terjadi kerugian yang sangat besar kepada Negara karena tidak membayar PSDA-DR. “Secara otomatis pula tidak membayar pajak sehingga Negara dari pusat sampai daerah sangat dirugikan karena perkebunan milik orang Malaysia ini hanya membawa petaka,” tegasnya.
Menurutnya, pada 20 Januari 2020 mendatang pihaknya bersama 500 massa aksi akan melakukan aksi demo damai di kantor Bupati Kotim dan juga DPRD Kotim guna meminta ketegasan pemerintah. “Jika pemerintah tidak ada tindak lanjutnya atas hukum yang ada dalam kurun waktu yang ditentukan, maka kami masyarakat akan melakukan hukum adat dalam tempo sesingkat-singkatnya,” ujarnya.
Disebutkannya, Undang – Undang yang berkaitan dengan pelanggaran PT MJSP yakni UUD RI Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, UUD Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjadi UU.
Kemudian UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.
Tak hanya itu namun juga melanggar Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan Dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.96/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi . “Sebagaimana uraian itu, PT MJSP yang dimiliki seorang Cina Malaysia bernama Patrik Lee Chuan Peng selaku Presiden Direktur PT MJSP dan saat ini manajer Suryadi dan juga oknum pemerintah dan aparat yang melegalkan kegiatan Ilegal ini, kami minta untuk diadili dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Dan apabila laporan ini tidak ada tindakan dari pemerintah dan aparat penegak hukum tidak mengambil tindakan tegas dan melakukan penutupan terhadap PT . MJSP dalam tempo sejak diterima surat ini sampai tanggal hari Kamis tanggal 7 April 2022 maka pihaknya masyarakat akan menyelesaikan masalah ini dalam tempo sesingkat- singkatnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post