KUALA PEMBUANG – Ketua Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) Yulhaidir mengungkapkan jika saat ini masih terdapat beberapa permasalahan dan kendala yang berkaitan dengan kelapa sawit di Indonesia.
Disebutkannya, di wilayah hilir tata niaga ekspor yang masih perlu ada perbaikan menyangkut biaya beban yang ditanggung ekportir sehingga lebih efisien dan tidak membebani salah satu pihak. Sedangkan di wilayah hulu, permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan perijinan dan kewajiban perusahaan perkebunan.
“Terkait dengan permasalahan di wilayah hulu ini, ada beberapa hal yang perlu ditekankan. Pertama, agar semua perkebunan kelapa sawit yang telah memperoleh pelepasan kawasan hutan untuk segera mengurus Hak Guna Usaha (HGU) baik yang baru maupun revisi,” katanya, Kamis 14 Juli 2022.
Selain itu, ia juga meminta agar pihak perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitarnya minimal 20 persen dari lahan yang diusahakan, baik secara keseluruhan yang berasal dari Areal Penggunaan Lain (APL), maupun dari pelepasan kawasan hutan, tidak setelah memiliki HGU.
Kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang berproses melaksanakan pelepasan kawasan hutan, namu sudah ada kebun dan pabriknya, dalam rangka melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2012 dan PP Nomor 104 Tahun 2015, agar merealisasikan kebun masyarakat seluas 20 persen dari luas lahan yang diusulkan untuk pelepasan.
“Sedangkan dalam hal perijinan berusaha sektor perkebunan kelapa sawit, terdapat kendala pemrosesan yang disebabkan belum sinkronnya sistem OSS-RBA dengan peraturan sektoralnya yaitu PP Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian. Yang mana bahwa perijinan perkebunan dengan luas antara 25 hektare sampai dengan 1.200 hektare belum diakomodir pada sistem OSS-RBA,” pungkasnya.
(ald/matakalteng.com)
Discussion about this post