SAMPIT – Pengadilan Negeri Sampit menerima pengharagaan sebagai pengadilan terbaik dalam kerjasama dengan organisasi penyandang disabilitas dan atau pihak lain dari yayasan SAPDA.
Yang mana Pengadilan Negeri Sampit telah memenuhi kriteria dalam pemenuhan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.
“Pengadilan Negeri Sampit menjadi salah satu dari 8 pengadilan yang menerima penghargaan kategori terbaik itu,” kata Sekretaris Pengadilan Negeri Sampit Muhammad Noor, Rabu 15 Desember 2021.
Lanjutnya, ada sekitar 20 pengadilan yang menceritakan praktik baik, hambatan, dan tantangan ketika proses menyediakan akomodasi yang layak.
Rata-rata Pengadilan bercerita bahwa asistensi yang dilakukan oleh SAPDA membantu para pengadilan untuk menyediakan sarana prasarana bagi Penyandang Disabilitas dan meningkatkan kapasitas Aparatur Pengadilan untuk memberikan layanan bagi Penyandang Disabilitas.
Kemudian, perihal hambatan dan tantangan yang dihadapi, SAPDA menemukan fakta bahwa hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh Pengadilan dalam penyediaan akomodasi yang layak meliputi empat hal.
“Keempat hal itu meliputi ketersediaan anggaran, kondisi bangunan gedung, tempat pemasangan guiding block, dan tantangan ketika belajar berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas,” ujarnya.
Pengaturan mengenai akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan diatur dengan detail dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020, yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 mengamanatkan kepada setiap institusi penegak hukum, termasuk Lembaga peradilan, untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas yang berhadapan dengan hukum,” sebutnya.
Lanjut Noor, Berdasarkan hal tersebut, Yayasan SAPDA dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2) melakukan advokasi terhadap Lembaga-lembaga peradilan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 dengan menyediakan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas.
Upaya advokasi ini dilakukan dengan pemberian asistensi bagi Pengadilan dampingan SAPDA terkait peningkatan kapasitas bagi aparatur pengadilan mengenai isu disabilitas serta penyediaan sarana prasarana bagi Penyandang Disabilitas.
“Sejak awal tahun 2020 hingga akhir tahun 2021, tercatat 28 pengadilan yang telah menjadi Pengadilan dampingan SAPDA. 28 pengadilan yang menjadi dampingan SAPDA tersebut meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Militer,” sebutnya.
Dirinya juga menjelaskan, salah satu hak Penyandang Disabilitas yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah hak atas keadilan dan perlindungan hukum.
Hak atas keadilan dan perlindungan hukum tersebut, termasuk hak bagi Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan akomodasi yang layak dalam proses peradilan.
“Asistensi yang telah dilaksanakan oleh SAPDA, kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan pemantauan terhadap pengadilan-pengadilan dampingan SAPDA. Pemantauan ini bertujuan untuk mengetahui perubahan, hambatan, dan tantangan yang dialami oleh para pengadilan dalam proses penyediaan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas. Pemantauan ini dilaksanakan pada tanggal 08 hingga 31 Oktober 2021,” jelasnya.
Pemantauan terhadap 28 Pengadilan dilakukan dengan penyebaran form online kepada masing-masing Pengadilan. Indikator pemantauan yang dicantumkan dalam form, merupakan alat pemantauan (tools monitoring) yang telah dikembangkan oleh SAPDA sejak tahun 2020 yang terus dimutakhirkan.
Isi dari form pemantauan yang disebarkan kepada 28 pengadilan meliputi tujuh (7) hal. Ketujuh hal tersebut terdiri dari: data informasi satuan kerja dan penilai sesuai dengan Pengadilan masing-masing; data Perkara Penyandang Disabilitas; aksesibilitas sarana prasarana; aksesibilitas pelayanan; cerita praktik baik penyiapan akomodasi yang layak; dokumen atau video profil Pengadilan; dan umpan balik terhadap Pengadilan terhadap asistensi yang dilakukan oleh SAPDA. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh SAPDA, dihasilkan temuan-temuan yang mencakup lima (5) aspek yaitu: data perkara Penyandang Disabilitas, kebijakan, sarana prasarana, sumber daya manusia dan cerita praktik baik dari Pengadilan yang terkait akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas.
Pertama, perihal data perkara penyandang disabilitas, ditemukan bahwa 10 Pengadilan pernah mengadili kasus disabilitas berhadapan dengan hukum. sementara 17 yang lain, belum pernah menangani kasus penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum selama setahun terakhir.
Kedua, terkait aspek sumber daya manusia, hasil pemantauan menunjukan bahwa 23 pengadilan telah mengikuti pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh SAPDA. Tetapi, disisi lain, ada empat pengadilan yang belum pernah mengikuti pelatihan terkait disabilitas yang diselenggarakan oleh SAPDA.
Ketiga, berkaitan dengan kebijakan, ditemukan fakta bahwa 13 pengadilan telah memiliki kebijakan dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi kelompok rentan, termasuk Perempuan, Anak, dan Penyandang Disabilitas. Sementara itu, 14 Pengadilan yang lain, tercatat belum memiliki kebijakan bagi kelompok rentan atau Penyandang Disabilitas.
Dalam konteks kebijakan, SAPDA juga melihat apakah pengadilan telah memiliki kerjasama dengan Organisasi Penyandang Disabilitas atau pihak lain dalam penyediaan akomodasi yang layak.
“Hasilnya, ada 20 pengadilan yang telah mempunyai kerjasama dalam bentuk MoU dengan organisasi penyandang disabilitas atau pihak lain. Sementara itu, ada 7 pengadilan yang belum memiliki kerjasama dengan organisasi penyandang disabilitas atau pihak lain,” ujarnya.
Keempat, terkait sarana prasarana, tercatat 27 pengadilan yang mengisi form pemantauan rata-rata pada halaman luar pengadilan, telah memiliki ramp yang dilengkapi dengan pegangan rambat; guiding block; parkir khusus Penyandang Disabilitas; serta informasi mengenai titik evakuasi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
Sementara diruang PTSP, tercatat 14 Pengadilan telah menyediakan dokumen penilaian personal untuk mengidentifikasi kebutuhan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas. Pada area ruang sidang, mayoritas Pengadilan telah mempunyai guiding block; toilet aksesibel bagi Penyandang Disabilitas; ruang relaksasi; ruang laktasi; ruang bermain anak; ruang teleconference; dan area khusus bagi pengguna kursi roda.
“Selain keempat aspek tersebut diatas, dalam form pemantauan, SAPDA juga meminta masing-masing Pengadilan menceritakan praktik baik dalam penyediaan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilita,” pungkasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post