SAMPIT – Banyaknya usaha perkebunan yang ada di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), tentu tak luput dari aturan perizinan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan tersebut.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan bangsa (PKB) DPRD Kotim, M Abadi mendorong pemerintah melakukan evaluasi dan penertiban atas aktivitas usaha perkebunan di daerah serta pelaksanaan kewajiban-kewajiban lainnya untuk pemenang Izin Usaha Perkebunan (IUP).
“Kita dukung untuk dilakukan penertiban areal perkebunan yang ada di Kotim. Dan untuk kewajibannya pun harus dilakukan audit juga,” sebut Abadi, Selasa 21 Juli 2020.
Dirinya mengatakan, salah satu penyebab sengketa yang masih berkepanjangan itu memang karena adanya aktivitas penggarapan diluar perizinan ataupun ada perluasan lahan dari pihak pengusaha.
Selain itu menurutnya juga karena kewajiban baik itu plasma maupun CSR tidak dilaksanakan dengan baik.
“Saya rasa kalau semuanya bekerja sesuai dengan izin maka tidak muncul klaim-klaim lahan itu karena jelas dan tegas itu areal perizinan mereka dan sudah pastinya sebelum penanaman dulu pasti ada pelepasan hak masyarakat dari pihak perusahaan diatasnya,” tandasnya.
Abadi melanjutkan, dirinya prihatin dengan konflik agraria yang terus terjadi antara masyarakat dengan perkebunan. Selain itu juga ditambah dengan kondisi hutan yang terus menyusut.
”Seharusnya pembabatan areal hutan ini diawasi ketat, perizinan yang diterbitkan itu harus sesuai sehingga tidak membuat hutan dan kawasan ekosistem lainnya punah,” ujarnya.
Diketahui, kondisi pembukaan lahan terus membuat kawasan hutan menyusut. Berdasarkan peta 2529, kawasan hutan di Kotim tercatat sebesar 70 persen.
Namun, karena untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, sisanya tinggal 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas Kotim.
Artinya, mengacu aturan, sisa luasan hutan di Kotim berada pada batas minimum.
Luasan hutan di wilayah Kotim terancam berkurang jika tidak dilakukan pemeliharaan dan pengawasan ketat.
Idealnya, kawasan hutan yang tersisa minimal 40 persen, sedangkan 60 persennya digunakan untuk kawasan investasi kehutanan dan perkebunan, termasuk permukiman.
Tahun 2016 lalu, saat kewenangan kehutanan masih dipegang Kabupaten, Pemkab Kotim mempertahankan lahan kritis. Kemudian diusulkan untuk pencadangan ke pemerintah pusat seluas 68 ribu hektare. Namun, yang disetujui hanya 30 ribu.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post