NANGA BULIK – Kelestarian adat budaya harus tetap dijaga sebagai wujud kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Salah satu tradisi nenek moyang suku Dayak Tomun yang hingga kini masih dijaga keutuhannya adalah ritual Babantan Laman.
Babantan Laman, menurut para tokoh adat suku Dayak Tomun adalah sebuah rangkaian upacara adat yang bertujuan membersihkan laman (desa). Artinya tradisi ini dilaksanakan di setiap desa dengan tujuan, selain untuk mengenang dan menjaga kelestarian budaya leluhur, juga bermaksud memanjatkan doa-doa untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat suku Dayak Tomun.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau, Meigo melalui Kasi Tata Kelola Destinasi, Edmond Lamey Mambat memyampaikan, bahwa tradisi Babantan Laman merupakan ritual adat turum temurun sejak jaman nenek moyang yang terus dilestarikan oleh hampir seluruh desa di Kabupaten Lamandau.
“Inti dari ritual ini adalah pemanjatkan doa agar laman/desa terhindar dari berbagai bencana, dan tahun ini ritual dilaksanakan terbatas, karena masih dalam situasi pandemi Covid- 19, tentunya tanpa mengurangi prosesi-prosesi pokok,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Selasa 7 Juli 2020.
Edmond menjelaskan, dalam tradisi Babantan Laman digelar bermacam ritual yang dipimpin oleh mantir adat setempat, seperti puasa dan beberapa pantangan, membersihkan pusaka desa, hingga arak-arakan mengantarkan sesaji ke beberapa tempat yang secara turun temurun dipercaya oleh pemeluk agama Kaharingan sebagai tempat keramat.
“Setiap desa di Kecamatan Delang melaksanakan Babantan Laman setiap tanggal 7 Juli, setiap tahun. Sedangkan di desa lain jadwalnya berubah setiap tahun,” jelasnya.
Semestinya kata Edmond, ritual Babantan Laman digelar selama seminggu, tanggal 7 Juli adalah puncak perayaan. “Masyarakat adat Dayak di Delang meyakini angka ganjil memiliki keistimewaan, terutama angka 7 ini, itu yg menjadikan tgl 7 bulan 7 menjadi puncak Babantan Laman,” bebernya.
Pada tahun 2020 ini, ritual dilaksanakan terbatas dan diutamakan hanya bagi pengurus adat. Dikhususkan doa agar wabah covid-19 segera berlalu. Sejak ratusan tahun, secara turun temurun, majelis adat Kaharingan hanya mengandalkan gotong royong untuk pelaksanaannya.
“Dispar Lamandau sendiri telah mensupport kegiatan itu sejak 2013 lalu, dan terus berupaya agar tradisi Babantan Laman tidak akan tergerus oleh zaman,” ujarnya.
Menurut Edmond, tahun ini sebenarnya ada beberapa wisatawan yang booked ke desa wisata Lopus dan Riam Tinggi Kecamatan Delang untuk menyaksikan ritual Babantan Laman, namun terkendala situasi Covid- 19 terpaksa dibatalkan.
“Kita berharap pandemi ini segera usai, dan dunia pariwisata di Lamandau dapat kembali bangkit dan menarik wisatawan untuk menikmati keunikan budaya dan keindahan alam Bumi Bahaum Bakuba,” tukas Edmond.
(btg/matakalteng.com)
Discussion about this post