Oleh: YASIR ***
Tak ada seorang pun yang mampu mengelak, dunia gempar. Kedahsyatan ini setara Tsunami Aceh tahun 2004 silam dimana dapat kita saksikan orang-orang berlari kalang-kabutan mencari tempat berlindung; ke bukit-bukit, masjid, bahkan pohon kelapa.
Namun yang selamat dapat dihitung dengan jari, sementara yang meninggal dunia melebihi angka di kalender tahunan. Tak hanya itu, kita juga dapat menyaksikan bagaimana orang-orang Yogyakarta pada tahun 2006 silam berlari sembari berdoa agar selamat dari amuk Gunung Merapi. Dan lagi-lagi yang selamat dapat dihitung dengan jari-jemari.
Para peneliti dari Eropa nyaris mengangkat tangan setinggi yang mereka mampu untuk memutus mata rantai penyebaran wabah Virus Corona. Berbagai macam hasil penelitian terus menerus dikembangkan. Namun, hal tersebut nyaris sia-sia.
Virus ini seperti angin di mana kita dapat merasakannya dan melihat orang yang kedinginan tanpa kita mampu melihatnya. Lalu apa dan bagaimana kehidupan mereka yang bertahan dalam bayang-bayang Covid-19.
Melalui matakalteng.com sebuah media daring berbasis di Kalimantan Tengah (Kalteng) – Kanal Seruyan, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng) kisah inspiratif ditengah kepanikan terkait dampak-dampak sosial-ekonomi yang disebabkan wabah Covid-19 atau virus Corona dapat dituliskan dan disampaikan kepada para pembaca sekalian untuk, setidaknya, menjadi suatu pelajaran bagi umat manusia dari berbagai kelas.
Minggu, 12 April 2020, Pematang Panjang. Hari yang cerah dan suci dalam kehati-hatian dan kewaspadaan. Perjalanan saya dimulai sehari sebelumnya. Seperti hari-hari biasa dan seakan tak terjadi apa-apa, dua orang lelaki paru baya tampak sibuk di sebuah tempat pengupasan sabut kelapa.
Saya pun menyambangi mereka dengan khawatir, bagaimana pun mereka adalah pekerja sementara saya hanya seorang penulis berita. Tegur-sapa berlangsung dalam kesibukan itu. Mulyadi (59) tampak gagah dengan baju berwarna kuningnya dan terus mengupas sabut kelapa satu per satu. Namun tampak di wajahnya ada suatu masalah yang melanda.
Tak lama kemudian, dia berhenti kemudian melangkah menghampiri saya yang duduk dengan sebuah buku dan pena. Saya berharap dia akan memulai dengan baik pertemuan dan percakapan kami.
Pola bertahan hidup seperti apa yang anda jalankan dalam situasi sekarang?
Saya pikir anda tahu cara lain untuk bertahan hidup di tengah situasi sekarang di mana kita mesti hidup dalam ketakutan dan kepanikan. Saya pikir semua orang mengalami itu. Tak terkecuali saya.
Namun, apakah ketakutan dan kepanikan lantas menjamin apa yang kita makan hari ini, besok, atau lusa? Tidak, nyatanya. Kita harus terus hidup dengan cara sendiri – dengan catatan tidak melakukan tindak kriminal; mengambil yang bukan hak kita – dan menjaga kesehatan diri dan keluarga.
Sejak tahun 2002 saya dan keluarga menggeluti pekerjaan di sektor perkebunan kelapa dan olahannya ini. Tak terhitung berapa ribu butir yang telah kami kupas dan sebarkan untuk kebutuhan orang banyak, tidak hanya di Kuala Pembuang.
Sekarang bersama saudara saya, Karim (21), pekerjaan ini setidaknya mampu membuat kami bertahan dalam situasi sekarang. Walaupun, penghasilan menurun. Pertanyaannya, apakah lantas kita berdiam diri? Tentu tidak. Berdiam diri tanpa memikirkan bertahan hidup sama dengan bunuh diri.
Bagaimana anda mendapatkan keuntungan dari kelapa ketika jelas terjadi penurunan?
Dalam keadaan sekarang keuntungan pertama dan lebih bernilai adalah kesehatan tubuh kita. Tanpa itu jelas keuntungan berbentuk uang tidak bernilai. Saya tidak naif.
Keuntungan selanjutnya adalah saya mampu meredam kepanikan dan ketakutan dalam diri saya. Hal itu tentu saja menjadi bagian penting. Pekerjaan apapun apabila dilakukan dengan kepanikan dan ketakutan pasti hasilnya tidak akan bagus.
Terkait imbauan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah?
Cukup baik. Kepedulian dan kedermawanan mereka terasa sampai ke sini. Mereka bekerja sebagaimana mestinya. Namun, saya harap mereka bisa membuat jalur jual-beli hasil pekerjaan kami. Tidak hanya teruntuk saya, tetapi juga masyarakat Seruyan. Karena saya tahu, bagi masyarakat yang perekonomiannya di bawah rata-rata tidak ada pendapatan sehari adalah masalah besar.
Solusi yang anda pikirkan?
Pembentukan tim-tim penanganan dampak sosial-ekonomi. Karena itu juga penting selain dibentuknya tim-tim penanganan Virus Corona ini.
Imbauan anda kepada masyarakat pekerja?
Dua hal. Pertama jangan pernah menganggap remeh-temeh Virus Corona. Sekali saja kita meremeh-temehkannya, akibatnya fatal. Tentu saja dampak-dampak baru akan muncul. Usaha akan hancur. Anak-istri makan apa dan bagaimana? Penting bagi kita untuk saling bekerjasama.
Kedua, saya berharap kepada masyarakat pekerja agar andil memikirkan solusi-solusi apa yang bisa dilakukan untuk bertahan hidup dalam keadaan sekarang. Mengeluh itu baik agar orang tahu apa masalah kita bersama, tetapi tanpa diimbangi dengan solusi itu akan menjadi masalah.
Sampai di situ. Saya mengelus dada sembari menghembus nafas. Walaupun sebagai pewarta Mata Kalteng saya pun bertaruh keselamatan, namun pekerjaan adalah pekerjaan. Ada perjanjian di dalamnya yang harus saya tepati. Saya harus melakukannya agar apa yang terjadi, dialami, dan diselesaikan tersampaikan dengan baik dan faktual.
Catatan: Mulyadi hanya salah satu dari beberapa masyarakat yang menumpu perekonomiannya dari buah kelapa. Satu benang merah dari kisahnya yang dapat kita ambil ialah kesehatan merupakan keuntungan yang paling penting daripada keuntungan berbentuk uang. Maka dari itu, Mata Kalteng mengimbau kepada para pembaca untuk tetap menjaga kesehatannya ditengah penyebaran Virus Corona dan terus menerus berkoordinasi dengan petugas terkait. Tabik.
(Penulis merupakan wartawan Mata Kalteng wilayah Kabupaten Seruyan)
Discussion about this post