SAMPIT – Pembangunan proyek sirkuit di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali mencuat lantaran muncul dugaan adanya korupsi dalam pembangunan tersebut. Pasalnya pembangunan yang seharusnya selesai pada tahun 2020 lalu itu, hingga kini tidak kunjung selesai.
Bahkan pembangunan ini sudah kerap kali menuai kritikan dari sejumlah pengamat sosial dan politik hingga Anggota DPRD Kotim.
“Saat ini Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotim tengah menyelidiki kasus ini dan kemarin kami sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek sirkuit di Jalan Jenderal Sudirman Km 6 Sampit itu,” ujar Ketua Tim Penyidik, Trio Andi Wijaya, Rabu 28 April 2021.
Dikatakannya, ada sekitar empat orang yang diperiksa oleh penyidik di ruang tindak pidana khusus kemarin, Selasa 27 April 2021. Sementara pada hari ini belum ada pemanggilan lanjutan untuk saksi yang lainnya, karena masih menunggu waktu yang tepat termasuk nanti Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kotim akan dipanggil.
“Saksi yang diperiksa ada pejabat Dispora Kotim, unit layanan pengadaan (ULP), dan juga kontraktor dari PT Sampaga Raya Karya Persada,” bebernya.
Menurutnya, saat ini pihaknya masih fokus pada pemeriksaan saksi untuk mengumpulkan keterangan dalam proyek yang menelan anggaran puluhan miliar itu.
“Dan masih banyak lagi saksi yang akan dipanggil, dan akan dilakukan secara bertahap. Saat ini kasus masih berjalan, jika sudah rampung semua akan kami publis,” tegasnya.
Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan sirkuit Feri Nugraha yang juga menjabat Kepala Seksi Standarisasi dan Infrastruktur Olahraga Dispora Kotim mengatakan, realisasi anggaran yang sudah terbayarkan pada pihak ketiga dalam proyek itu sekitar 47 persen atau sekitar Rp 10 miliar. Sisa pembayaran sebesar Rp 12,2 miliar. Pekerjaan itu nantinya akan dilakukan lelang ulang.
Meski ada keterlambatan dalam progres pekerjaan, hal itu belum sampai merugikan negara. Karena realisasi penyelesaian pembangunan fisiknya masih lebih tinggi. Kalau misalkan anggaran yang disediakan 73 persen, tetapi kegiatan fisiknya masih 30 persen, itu yang berpotensi merugikan negara.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post